Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

“Windigo”, Mitologi dan Kesalahkaprahan

3 Maret 2022   19:23 Diperbarui: 20 Mei 2022   04:53 2052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Windigo oleh : https://www.artstation.com/samuelallan

Windigo tumbuh sebanding sesuai makanan yang dimakannya, sehingga makhluk itu tidak pernah bisa puas. Didorong oleh rasa lapar, Windigo kurus dan rakus. Tubuhnya mengeluarkan bau bangkai busuk.  

Tapi  dalam budaya pop Amerika Utara, Windigo biasanya disamakan dengan manusia serigala, vampir, Yeti, dan lain-lain.

Mungkin juga ini ada hubungannya dengan kecenderungan Hollywood memahami Windigo dalam kaitannya dengan monster pada sinema populer. Coba deh Google "Windigo" pasti yang keluar adalah gambar-gambar setan salju bertanduk dan binatang seperti rusa raksasa.

Gambar ini jauh dari bagaimana orang Pribumi memahami Windigo. Menurut catatan  yang dicatat Profesor Shawn Smallman, narasi tradisional Pribumi tidak pernah membayangkan Windigo bertanduk.

Selain citra yang tidak akurat, penggambaran Windigo yang populer sebagai hewan rakus juga telah menggantikan arti sebenarnya yang diberikan oleh masyarakat adat pada Windigo yaitu sebagai pelajaran tentang keserakahan manusia.

Narasi-narasi ini juga gagal untuk mengakui bahwa Windigo dan budaya Pribumi yang membayangkannya, telah berevolusi dari waktu ke waktu, seperti halnya praktik budaya masyarakat adat.

Di kalangan penduduk asli, Windigo tetap menjadi simbol peringatan terhadap keserakahan (walau sekarang, mereka lebih mengaitkannya dengan kapitalisme dan kolonialisme berlebihan, ketimbang hutan belantara atau musim dingin yang ekstrem). Yang penting, konseptualisasi modern Windigo di kalangan masyarakat adat ini bukanlah tanpa harapan.

Dalam "sebuah Studi Bangsa-Bangsa Adat  mengamati bahwa penggambaran Windigo oleh para penulis Pribumi lebih sering memilih akhir cerita yang positif, melibatkan karakter yang melarikan diri dari Windigo dengan melawan segala rintangan.

Sementara dalam interpretasi penulis non Pribumi mereka lebih menonjolkan "Windigo yang memiliki begitu banyak kekuatan sehingga mahluk ini menghancurkan semua yang menghalanginya."

Pada akhirnya, daya tarik budaya pop akan Windigo dapat membuktikan upaya yang salah kaprah. Mungkin penonton dan pembuat film bosan dengan rupa monster yang sudah ada dan mencoba mencari inspirasi lain. Akhirnya, para pembuat film  mengambil Windigo, hanya untuk membuatnya menjadi monster yang bisa diterima oleh penonton.

Catatan* : Banshee adalah roh wanita dalam cerita rakyat Irlandia yang mengabarkan atau memberi tanda-tanda akan  kematian anggota keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun