Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

“Windigo”, Mitologi dan Kesalahkaprahan

3 Maret 2022   19:23 Diperbarui: 20 Mei 2022   04:53 2052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Windigo oleh : https://www.artstation.com/samuelallan

Campuran beragam budaya dan bangsa atau suku yang berbeda itu berbagi satu set dialek bahasa Algonquian yang serupa, khususnya suku Ojibwe, Saulteaux, Cree, Naskapi, dan Innu. Akibatnya, mereka sering disebut sebagai orang-orang "Algonquian".

Windigo, kadang-kadang dieja "weendigo", "wendigo," "witigo," "witiko," dan "wee-tee-go," yang semuanya secara kasar diterjemahkan menjadi roh musim dingin yang jahat pemakan daging manusia..

Pada tahun 1860, seorang penjelajah Jerman menerjemahkan "wendigo" menjadi "kanibal". Windigo juga diyakini  sebagai roh simbol keegoisan yang membahayakan.

Meskipun kepercayaan bervariasi, Windigo umumnya dianggap sebagai entitas yang mengerikan dengan selera daging manusia yang tak terpuaskan. Siapa pun yang menemukan Windigo berisiko dimangsa atau bahkan diubah menjadi Windigo.

Seseorang biasanya disebut Windigo jika melakukan kegiatan yang tidak terhormat atau tabu, seperti melakukan kanibalisme karena kelaparan. Menurut Shawn Smallman, penulis Dangerous Spirits: The Windigo in Myth and History, "Windigo adalah sarana untuk mendefinisikan perilaku sosial moral, yang dapat berfungsi sebagai peringatan terhadap keserakahan dan keegoisan." Seseorang juga bisa menjadi Windigo jika dukun mengutuk mereka atau jika mereka memimpikan Windigo. Mitos itu juga digunakan untuk menjelaskan penyakit mental dan penyakit serius lainnya.

Para pendatang kulit putih menanggapi peringatan itu dengan serius. Mereka memperlakukan Windigo sebagai semacam pertanda kematian seperti "banshee"*, percaya bahwa roh itu akan muncul sesaat sebelum kematian seseorang di lingkungan mereka.

Memasuki abad ke-20, masih banyak penduduk asli Amerika yang secara aktif percaya, dan mencari, Windigo. Misalnya saja, Jack Fiddler, seorang pria  suku Cree, mengaku telah membunuh empat belas orang dalam hidupnya, yang akhirnya menyebabkan dia dipenjara pada usia 87 tahun.

Pada tahun 1907, Fiddler dan putranya membunuh seorang wanita yang juga suku Cree dan mengaku bersalah meskipun mereka mengklaim bahwa wanita itu telah dirasuki oleh roh jahat Windigo, bahkan ia hampir berubah sepenuhnya menjadi Windigo

Pada masa sekarang, dalam budaya populer Amerika Utara Windigo sering menjadi subjek dalam film dan sastra di seluruh dunia. Sebut saja buku-buku seperti cerita pendek Algernon Blackwood "The Wendigo",  novel-novel seperti The Curse of the Windigo karya Rick, Pet Cemetery karya Stephen King. Windigo juga muncul di komik Marvel "The Incredible Hulk #162, video game "Until Dawn", "Fallout 76" dan bahkan kartun "My Little Pony".

Banyak penulis non Pribumi tampaknya terpesona oleh Windigo. Namun, penggambaran mereka tentang Windigo sangat berbeda dari yang disajikan oleh penulis Pribumi. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan orang-orang non-Pribumi cenderung menyederhanakan kepercayaan Pribumi dan sering kali melucuti konteks budaya mereka dalam prosesnya.

Professor Shawn Smallman dari Universitas Nebraska mencatat bahwa "budaya pop sering kali salah mengartikan segala sesuatu tentang Windigo, termasuk apa yang digambarkan oleh penduduk asli Amerika dan komunitas First Nations (bangsa pendatang)." Menurut sebagian besar legenda penduduk asli Amerika, bentuk fisik Windigo sering dikatakan mirip manusia. Seiring waktu, berubah menjadi raksasa. Dalam beberapa cerita, Windigo memiliki hati yang sedingin es, dan sangat haus akan daging sampai-sampai ia menggigit bibirnya sendiri hingga sobek-sobek dan berdarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun