Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Doggie Bag", Cara Orang Amerika Menyiasati Sisa Makanan di Restoran

11 Desember 2020   12:04 Diperbarui: 14 Desember 2020   06:21 2208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber poto : (Feedloader (Clickability) via smithsonianmag.com)

Masih melekat dalam ingatan, berpuluh tahun lalu almarhum kakak mengajakku dan seorang temannya dari Amerika untuk makan malam bersama di sebuah restoran besar di Jakarta..

Makanan disajikan dalam porsi besar yang rasanya tidak mungkin dapat kuhabiskan semua. Sebelum pulang, teman kakak menanyakan apakah aku butuh "doggie bag". Aku yang saat itu masih bersekolah di bangku SMA berpikir untuk apa "doggie bag", wong di rumah gag punya anjing.

Selang beberapa bulan kemudian, kakak kembali mengajakku dan teman yang sama untuk makan malam bersama di restoran. Lagi-lagi aku tak sanggup menghabisi makanan yang disajikan.

Kali itu giliran teman kakak yang membayar biaya makan malam. Sebelum meminta tagihan kepada pramusaji, ia mengatakan kepadaku yang artinya kira-kira begini:

"Berhubung aku yang membayar makan malam kali ini, kamu harus menghabiskan semua makanan itu atau minta doggie bag".

Dengan spontan aku menjawab,"tapi saya gak punya anjing di rumah".

Mendengar jawaban itu, iapun tertawa dan mengatakan bahwa di Amerika "doggie bag" tidak harus selalu buat anjing.

Tanggapannya itu langsung membuatku mengernyitkan dahi. Ia seperti membaca kebingunganku. Kami yang tadinya bersiap-siap pulang, jadi menunda niat itu untuk mendengarkannya bercerita tentang asal-usul "doggie bag".

Ceritanya dimulai pada zaman Romawi kuno, dimana dalam kode etik "table manner" kala itu, tamu undangan makan malam membawa serbet atau napkin sendiri untuk membersihkan mulut  dan tangan mereka terlebih dahulu sebelum mencicipi setiap hidangan yang disajikan.

Dengan kata lain, setelah menikmati makanan pembuka (appetizer) mereka menyeka mulut dan tangan dengan serbet sebelum menyantap makanan berikutnya baik itu hidangan utama (main course/entree) maupun hidangan penutup (dessert).

Ini dilakukan semata-mata untuk menghormati tuan rumah dan para undangan lainnya agar mulut dan tangan selalu terlihat bersih.

Sekitar abad ke-6 Sebelum Masehi, mereka mulai menggunakan serbet atau napkin yang dibawanya itu untuk mengemas makanan yang tersisa agar dapat dibawa pulang.

"Doggie bag" baru mulai dikenal sekitar tahun 1940-an, saat Amerika Serikat terlibat dalam Perang Dunia II, kekurangan makanan adalah fakta kehidupan sehari-hari --- dan keadaan ekonomi membuat pemilik hewan peliharaan menjadi lebih kreatif dalam berhemat dengan memberikan sisa makanan kepada anjing yang merupakan hewan peliharaan paling populer di sana..

Tetapi ribuan orang Amerika juga makan malam di restoran di mana praktik hemat tidak berlaku, karena saat itu restoran tidak menawarkan untuk membungkus makanan sisa.

Pada tahun 1943, kafe San Fransisco, eh Francisco mempromosikan sebuah inisiatif untuk mencegah kekejaman terhadap hewan peliharaan, menawarkan kantong karton yang dapat dengan mudah diminta oleh pelanggan yang ingin membawa pulang sisa makanan untuk hewan peliharaan (anjing) mereka..

Kira-kira pada waktu yang sama, hotel-hotel di Seattle, Washington mulai memberikan  kantong kertas lilin bertuliskan "Bones for Bowser" (tulang untuk Browser) kepada para pengunjung.

Restoran-restoran lain di seluruh pelosok Amerika akhirnya mengikuti dan melakukan hal serupa.

Lucunya, orang-orang pun  meminta  "doggie bag" (tas anjing) agar dapat membawa pulang makanan sisa untuk dimakan oleh mereka sendiri.

Praktik ini membuat kecewa banyak orang pada saat itu, karena tujuan semula dari "doggie bag" sebetulnya adalah membawa pulang sisa-sisa makanan seperti potongan tulang untuk hewan peliharaan (anjing) di rumah, bukannya sisa potongan daging untuk dimakan oleh tuannya.

Seiring berjalannya waktu --- terutama dengan bertambahnya ukuran porsi restoran --- sepertinya orang sudah tidak lagi peduli akan siapa yang nantinya menikmati isi "doggie bag" tersebut di rumah, dan sebagian besar orang juga tidak merasa malu ketika meminta pramusaji membungkus sisa hidangan utama untuk dikonsumsi oleh mereka sendiri.

Semenjak mendengar cerita itu dari teman kakak, akupun tidak lagi malu-malu bahkan membiasakan diri meminta "doggie bag" kepada pramusaji restoran di mana pun aku makan.

Sumber poto : ourpastime.com
Sumber poto : ourpastime.com
Zaman sekarang beberapa restoran, mengembangkan  "doggie bag" menjadi semacam bentuk seni. Pramusaji mengumpulkan sisa makanan ke dalam aluminum foil (kertas timah) yang kemudian dengan cekatan mereka membentuknya menjadi binatang seperti angsa atau kuda laut.

Saking indahnya bentuk "doggie bag" aku pribadi justru kadang malah tidak mau menyantap makanan karena sayang dan takut merusak kemasannya.

Bahkan di beberapa tempat,  "doggie bag" telah berevolusi menjadi wadah yang tidak lagi menampung makanan padat, tetapi juga cair seperti sup bahkan sebotol wine (anggur) yang telah kita beli saat makan malam tapi tak bisa menghabiskannya.

Widz Stoops  December 10, 2020 - USA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun