"Would we be better off by now
If I'd have let my walls come down?
Maybe, I guess we'll never know
You know, you know"
Bait-bait lagu melantun syahdu ketika Donny mengulurkan tangannya, yang senantiasa terlihat suci, hendak meraih tangan Devi yang masih lemah.
Benaknya berkeliaran, "ke mana kah Boyke? Harusnya kekasihku itu yang menuntun, membelaiku, dan mencium tanganku pada altar suci itu."
Devi ingin bermanja-manja kepada Boyke dengan memonyongkan bibirnya.
"Beib, kamu harusnya ada di sini, memanjakanku. Atau mungkin dirimu sudah tidak peduli lagi? Tuhan, aku cuma ingin kehadiran Boyke Itu saja," matanya melayang jauh.
"So, before you go
Was there something I could've said to make it all stop hurting?
It kills me how your mind can make you feel so worthless"
Samar-samar lagu itu masih terdengar mengalun ketika Devi mengangkat tangannya, menerima uluran tangan Donny, lelaki yang dikasihinya itu. Kedua belah tangan yang suci bersih diberkati. Kedua belah tangan yang senantiasa menjaga dan melindunginya sejak kecil hingga waktunya ia pergi sendiri lebih dahulu, bahkan mendahului mommy dan daddy mereka.
Donny menuntun Devi mengarungi lorong bercahaya putih bersih yang tidak menyilaukan menuju kedamaian. Namun sejenak Devi menghentikan langkahnya ketika ia mendengar suara Boyke memanggil namanya.
"Before you go"
Pada akhir bait lagu Boyke menarik napas, menunggu, "seandainya luruhan air beku berupa salju itu adalah rindu, betapa derasnya rinduku kepadamu".
Tirai salju bulan Desember luruh meruntuhkan hati bersama kesunyian rindu nan pilu.