Membesarkan enam orang anak bukanlah satu hal yang mudah bagi seorang ibu, siapapun itu. Apalagi bila keadaan ekonomi keluarga sedang morat-marit dikala karir suami terpuruk.
Satu pelajaran terpenting yang kudapat dari Ibu Supraptiah adalah beliau tidak pernah membiarkan keadaan susah mendikte hidupnya dan masa depan anak-anaknya. Beliau yakin garis perak itu akan selalu menyembul dibalik awan hitam.
Karena ibu Supraptiahlah anak-anaknya pertama kali mengenal warna-warna, jenis-jenis binatang, huruf-huruf alfabet, angka-angka hingga cara berhitung sederhana. Bahkan ketika anak-anak sudah mulai bersekolah, ia masih tetap membantu mereka mengerjakan tugas sekolah.
Keterlibatannya dalam membantu tugas sekolah anak-anaknya terhenti ketika pelajaran mereka sudah di luar batas kemampuannya. Maklum, pendidikan ibu Supraptiah hanyalah sebatas SR (baca: Sekolah Rakyat, kini setaraf dengan Sekolah Dasar), bahkan itupun tidak tamat.
Ibu Supraptiah ditinggal mati oleh ibunya saat adik-adiknya masih kecil. Beliau menggantikan posisi sang ibu, mengurus rumah, memasak dan mengasuh adik-adik. Ya, ibu Supraptiah rela mengorbankan pendidikannya karena ingin adik-adiknya tetap terus bersekolah tanpa harus mengkhawatirkan segala urusan rumah.
Pengorbanan juga dilakukan setelah ia menikah. Demi membiayai kehidupan sehari-hari ditambah biaya sekolah anak-anak pada saat tidak ada pemasukan dari suami, ibu Supraptiah kerap melakukan pekerjaan serabutan. Apa saja dilakoninya, dari mulai mengambil jahitan, kuli masak di pesta-pesta perkawinan hingga berjualan kue yang dibuatnya sendiri.
Dari sanalah anak-anaknya belajar tentang nilai-nilai kerja keras guna mencapai segala apa yang mereka inginkan. Melalui kerja keras, anak-anaknya mengerti akan arti disiplin dan mengatur waktu. Ini menjadi pelajaran penting terutama bagi anak perempuannya untuk selalu mandiri namun disaat yang bersamaan juga tidak melupakan kodratnya sebagai seorang wanita.
Bersenda gurau bersama keluarga merupakan momentum yang indah bagi ibu Supraptiah dan keluarganya. Dalam keadaan susahpun beliau tetap mengajarkan bagaimana cara mensyukuri nikmat kehidupan.
"Hidup sudah susah jangan dibuat tambah susah" begitu kira-kira pedoman sederhana hidupnya.
Selalu berbagi dan berbuat baik adalah pelajaran lain yang diajarkan ibu Supraptiah kepada anak-anaknya. Apabila ada rezeki lebih, baik itu berupa makanan, uang atau pakaian, ia tak pernah sedikitpun sungkan membagikannya kepada mereka yang kurang beruntung.
Meski tidak pernah mendengar istilah keren yang dicanangkan oleh Henry David Thoreau di era tahun 1800-an, " Goodness is the only investment that never fails", tapi beliau hafal betul petuah yang diwariskan oleh kedua orang tuanya, "Rezeki tidak akan lari. Tetaplah berbagi karena kebaikan ini akan menolong kita suatu hari nanti". Amanah tersebut lalu diteruskan Ibu Supraptiah kepada anak-anaknya.