Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ambil Saya dari Indonesia, tapi Jangan Ambil Indonesia dari Saya

10 Oktober 2020   08:47 Diperbarui: 10 Oktober 2020   13:17 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash.com/@cokdewisnuu

Sebelum pindah ke negeri paman Sam, saya tinggal di Jakarta dan bekerja di sebuah perusahaan cukup ternama di Jakarta yang bergerak dibidang MICE  (baca: Meeting, Incentive, Conference, Exhibition). Pekerjaan tersebut memberi peluang saya untuk bepergian ke tempat-tempat di dalam maupun luar negeri.

Peluang itu pulalah yang akhirnya mempertemukan saya dengan suami. Tapi tulisan saya kali ini bukan untuk membahas tentang story of my love, lho, melainkan untuk menceritakan sedikit pengalaman saya tinggal di negeri orang.

Sudah hampir 20 tahun saya tinggal di sini, setiap tahun saya menyempatkan diri untuk mudik selama 3-4 minggu mengunjungi handai taulan di tanah kelahiran tercinta. Kecuali tahun ini, karena terhalang oleh pandemi.

Sebagai pemegang green card, yang kalau di Indonesia setara dengan kartu izin tinggal menetap (KITAP) lebih dari 10 tahun, sebetulnya saya bisa kapan saja dengan mudah untuk merubah warga negara.

Kalau dipikir-pikir pemegang green card itu cukup ribet loh karena saya harus meluangkan waktu ke Imigrasi untuk memperpanjang green card tersebut setiap masa berlakunya habis.

Biayanyapun tidak murah untuk ukuran kantong saya. Tapi biarlah hitung-hitung devisa buat paman Sam sebagai bentuk terima kasih saya sudah diperkenankan hidup dan mencari nafkah di sini.

Belum lagi passport Indonesia yang juga harus terus saya perpanjang kalau saya tidak ingin status kewarga negaraan saya dicabut.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya, "Kalau ribet, kok masih saja mempertahankan status WNI-nya?

Alasan saya tetap mempertahankan status WNI ini sebetulnya adalah alasan pribadi sih yaitu bentuk apresiasi kepada almarhum daddy saya yang pernah menjadi seorang anggota PETA (Pembela Tanah Air), beliau turut berada di garis depan untuk menumpas tentara Jepang waktu itu.

Kasarnya mungkin seperti ini "Bapaknya sudah capek-capek membela tanah air, kok sekarang anaknya membelot jadi warga negara asing?"

Perjuangan saya tetap jadi WNI, tidak cuma diribetin oleh soal perpanjangan green card, passport, dan lain-lainnya saja tapi juga menghadapi cibiran yang justru datangnya dari bangsa saya sendiri.

"Udah lama di sana kok masih paspor hijau terus?" atau sindiran "Oh kalau kawan saya si anu sih sudah jadi warga negara di sana"

Cuitan itu kadang cukup membuat saya mengernyitkan dahi. Sebagian orang seperti menganggap hengkang dari WNI adalah sebuah prestige.

Tetap menjadi warga negara Indonesia atau pindah warga negara itu sebenarnya hak masing-masing individu. Setiap orang tentunya punya alasan sendiri mengapa ingin pindah warga negara sama seperti halnya saya punya alasan tersendiri mengapa saya ingin mempertahankannya.

Sering saya berseloroh seperti ini dengan suami, "You can take me out of Indonesia but you can not take Indonesia out of me!" artinya kira-kira begini "Kau boleh ambil saya dari Indonesia tapi kau tak akan bisa mengambil Indonesia dari saya".

unsplash.com/@cokdewisnuu
unsplash.com/@cokdewisnuu
Di Amerika pemegang green card mendapatkan hak-hak yang sama seperti penduduk asli, saya diberi social security dan membayar setiap jenis pajak yang telah ditentukan setiap tahunnya. Hanya satu hal yang berbeda dari pemegang green card yaitu mereka tidak mempunyai hak untuk vote.

Apakah lebih enak tinggal di luar negeri? Jawaban untuk pertanyaan yang satu ini sebetulnya relatif ya, terus terang bagi saya sih sama saja. Setiap negara itu pasti punya kekurangan dan kelebihan.

Jadi jangan hanya berpikir tinggal di luar negeri itu lebih enak karena gaji lebih besar dibanding bekerja di tanah air sendiri. Tapi perlu juga dipikirkan berbagai macam faktor yang terlibat di dalamnya.

Meski mungkin peluang di negara lain lebih besar, tapi perlu diingat juga bahwa kalian akan bersaing dengan penduduk setempat yang juga mencari pekerjaan yang sama.

Kalau di Amerika, setiap negara bagian mempunyai peraturan kerja masing-masing. Saya pernah tinggal di New York, New Jersey dan Florida. Peraturan mereka berbeda-beda.

Salah satu contohnya, Florida itu adalah "At Will State" yang berarti bahwa dalam banyak kasus, undang-undang di Florida mengizinkan perusahaan untuk memecat karyawan kapan saja dengan atau tanpa alasan. Perusahaan juga tidak perlu memberi pemberitahuan sebelumnya tentang pemecatan tersebut.

Hal lain yang juga harus dipertimbangkan adalah biaya hidup sehari-hari di luar negeri lebih besar dibanding di negara sendiri. Belum lagi asuransi kesehatan, asuransi kendaraan, pajak-pajak dan biaya-biaya lainnya.

Tidak cuma itu, perbedaan budaya juga harus diperhitungkan jangan sampai culture shock justru membuat depresi.

Jadi bagi kalian yang ingin bekerja di luar negeri atau pindah warga negara janganlah terburu-buru mengambil keputusan. Pikirkan masak-masak keputusan itu, kalau perlu buat jurnal tentang pro dan kontra tinggal di tempat atau negara yang dituju tersebut.

Cari informasi sebanyak mungkin mengenai tempat yang akan dituju. Lebih akurat lagi kalau informasi didapatkan dari orang-orang yang memang benar-benar tinggal di tempat yang dituju.

Jadi, jangan sampai keputusan untuk bekerja di luar negeri atau pindah warga negara akan menjadi penyesalan di kemudian hari.

Saat menulis ini saya baru ingat kalau sebentar lagi masa berlaku passport saya akan habis, sudah waktunya untuk mengganti dengan passport baru. Passport Indonesia tentunya.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam.

Widz Stoops. PC - USA 10/09/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun