Mohon tunggu...
Rita Widiya Sari
Rita Widiya Sari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Keberanian untuk mengambil resiko adalah pilihan, dan kegagalan dalam resiko yang telah dipilih adalah awal dari sebuah kesuksesan yang sesungguhnya.🕊

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyongsong Pendidikan dengan Mengubah Mindset Negatif Orang Tua

14 Mei 2022   16:11 Diperbarui: 14 Mei 2022   16:40 1891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membangun kesadaran diri orang tua bahwa pendidikan anak sangat penting (sumber: siedoo.com) 

Dewasa ini, banyak ditemukan seorang anak yang belum mendapatkan pendidikan secara layak. Masih terbilang lumrah ketika melihat seorang anak di negara kita tidak mendapatkan pendidikan sama sekali. Mereka memilih untuk bekerja serabutan, menjadi kuli, pengamen, pengemis dan masih banyak lainnya, semua itu dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. 

Meskipun usia mereka tergolong belia, tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa saja dialami oleh sebagian anak yang kurang beruntung, terkhusus di Indonesia.

Sungguh miris dan sangat disayangkan ketika menyaksikan masyarakat di sekitar kita tidak mementingan pendidikan bagi anak-anaknya. Padahal di tahun 2022 ini, pendidikan bukanlah hal yang susah untuk diraih oleh anak bangsa, segala sesuatunya sudah lebih mudah, canggih, dan informasi apapun dengan cepat diperoleh berkat teknologi yang telah mumpuni. 

Namun, seorang anak tetap mengalami kesulitan mendapatkan akses tersebut, jika tidak mendapatkan dukungan dari orang-orang sekitar, terutama dari keluarga dan orang tua sebagai orang terdekat.

Salah satu faktor yang juga mendasari minimnya pendidikan seorang anak, adalah pengaruh geografis di beberapa wilayah Indonesia, dan dapat dikatakan cukup memperihatinkan, khususnya di daerah yang tergolong 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal). 

Akses teknologi dan jaringan di daerah tersebut sangat terbatas, seorang anak mendapakan pendidikan yang minim, dan orang tua menjadi abai bahkan tidak peduli dengan kondisi yang dialami oleh anak-anaknya. Hal tersebut dapat terjadi, selain karena keterbatasan dari faktor wilayah, juga disebabkan oleh pemahaman dan pola pikir orang tua yang salah mengenai pendidikan. 

Sebagian orang tua di daerah tersebut menganggap bahwa pendidikan bukanlah hal terpenting dalam menjalani hidup.

Orang tua di daerah 3T beranggapan bahwa dengan adanya pendidikan tidak akan menjamin kehidupan menjadi lebih layak (hidup sukses), untuk mencapai kesuksesan harus bekerja keras dan tidak harus sekolah. Sungguh, hal ini sangat mengherankan. 

Sedangkan untuk bekerja, seseorang pun masih memerlukan keahlian dalam bidang tertentu, lalu jika anak-anak mereka tidak memperoleh pengetahuan dan pendidikan untuk melakukan pekerjaan yang akan ditekuni, bagaimana mungkin ketika dewasa mereka dapat bekerja keras, dan menjadi orang yang berhasil, tentunya hal ini akan menjadi bumerang bagi anak itu sendiri. 

Pola pikir (mindset) orang tua semacam ini, menjadikan anak-anak di daerah 3T sulit untuk berkembang.

Tak hanya di daerah 3T, para orang tua di wilayah yang tergolong mumpuni, banyak dari mereka masih memiliki mindset negatif. Orang tua menganggap bahwa anak bukanlah tanggungjawab terpenting, dan mirisnya mereka tidak mempedulikan masa depan dan pendidikan anak. 

Bagi mereka, asalkan anak di sekolahkan, dipenuhi kebutuhannya, sudah termasuk memenuhi tanggungjawabnya. Pada dasarnya orang tua tak hanya bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, peran dan tugas-tugas lainnya harus mereka perhatikan, termasuk pendidikan moral, rohani, dan jasmani.

Berdasarkan realita yang ada, tidak sedikit dari orang tua yang hanya memikirkan dirinya sendiri, namun berkedok masa depan seorang anak. Contohnya ketika orang tua menginginkan anaknya menjadi dokter, ia memaksakan anak untuk melanjutkan studi di kedokteran, tanpa memikirkan passion apa yang diminati oleh anaknya. 

Seorang anak dituntut untuk memenuhi keinginan orang tua, sehingga menjadi tekanan tersendiri bagi anak, dan tak jarang pula, banyak dari mereka yang frustasi, stress, bahkan memutuskan berhenti dari studinya. Sehingga orang tua marah dan melampiaskan kemarahannya dengan menghukum anaknya, atau bahkan menyalakan anak atas kegagalan dalam hidupnya.

Pada akhirnya seorang anak memutuskan untuk memilih jalan hidupnya sendiri, mereka mencari kebahagiaan di luar. Ketika seorang anak belum mampu memilah mana jalan yang baik dan yang buruk, akibatnya mereka jatuh pada pergaulan yang salah, hidupnya jadi tak terarah, masa depannya suram, sebab mereka tidak memperoleh pendidikan dan kebahagiaan yang layak dalam hidupnya. 

Dapat dikatakan, bahwa penyebab minimnya pendidikan seorang anak, ataupun mereka tidak mendapatkan pendidikan sama sekali, akar utamanya adalah karena kurangnya pemahaman dan mindset negatif yang dimiliki kedua orang tua.

Dalam beberapa kasus di atas, tidak dapat dipungkiri, bahwa kegagalan seorang anak, masa depan yang buruk, bukanlah sepenuhnya kesalahan dari anak itu sendiri. Sebab, anak adalah titipan dan anugrah dari Tuhan, bukan beban ataupun malapetaka. 

Jika orang tua memahami hal ini, ia akan lebih peduli terhadap perkembangan anak, bukan justru sebaliknya,  tanpa mereka sadari orang tua menuntut banyak hal dari anaknya.

Seperti yang kita ketahui, norma yang ada di masyarakat Indonesia adalah seorang anak harus menghormati orang tua, patuh, nurut, dan tidak boleh membangkang terhadap apa yang diperintahkan oleh kedua orang tua, sebab, jika hal tersebut dilakukan, ia akan menjadi anak durhaka. 

Apalagi Indonesia adalah negara beragama, agama apapun itu, pasti akan memberlakukan aturan dan norma yang sama dalam menghormati orang tua. Namun tanpa kita sadari, tidak hanya anak yang bisa durhaka terhadap orang tua, orang tua juga bisa durhaka terhadap anak, karena kebanyakan orang tua yang memperlakukan seorang anak bukan sebagai titipan dan anugrah dari Tuhan. 

Melainkan sebagai eksploitasi, untuk memenuhi keinginan dan mencapai kebanggaan dirinya melalui seorang anak.

Oleh karena itu, mindset negatif yang dimiliki orang tua perlu dilakukan pembenahan. Sebagai orang tua harus lebih terbuka terhadap dunia, melihat fenomena, kejadian, realita yang marak terjadi, dan apa saja akibatnya jika seandainya orang tua terlalu menutup mata terhadap perkembangan, tanggungjawab, serta peran dirinya terhadap anak-anaknya. 

Dengan memulai kesadaran diri sebagai orang tua yang sesungguhnya, mayoritas orang tua akan mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas, serta memiliki wawasan, pendidikan, bakat, dan keahlian sesuai dengan bidang yang mereka minati.

Orang tua harus lebih banyak berperan, menjadi support system utama bagi anak. Karena kesehatan mental (mental healty) seorang anak sangat penting, dan semua itu harus dimulai dari orang tua. 

Untuk mencapai semua itu, orang tua harus memperhatikan secara detail pendidikan yang didapatkan oleh anak, bahkan orang tua harus memastikan bahwa pendidikan anak benar-benar bermutu, serta dapat menjadi bekal yang cukup bagi perkembangan dan proses pendewasaan, guna mencapai kehidupan yang layak di masa depan nantinya.

Pendidikan bermutu tersebut adalah pendidikan yang dapat memberikan ilmu, pemahaman, serta penerapan yang baik dalam kehidupan. Kemudian orang tua dapat memberikan kebebasan. Kebebasan yang di maksud yaitu, seorang anak bebas memilih apa yang dia minati, serta orang tua dapat menghargai passion anak, walaupun bertentangan dengan keinginan orang tua. 

Selagi passion tersebut tidak merugikan, orang tua patut untuk memberikan dukungan secara penuh, karena manusia manapun, bahkan sebagai orang tua sekalipun tidak ada yang tahu, passion mana yang akan membawa kesuksesan bagi seorang anak. 

Dengan begitu, setiap anak tidak akan merasakan yang namanya tertekan, merasa stress dengan tuntutan yang dibebankan orang tua. Sebab, orang tua memberikan kebebasan, serta dukungan secara penuh kepada anak untuk memperoleh pendidikan. 

Anak dapat merasakan kemerdekaan dalam belajar, kebebasan untuk memilih, serta merasa leluasa untuk mencapai keinginan dan cita-citanya, sesuai bakat minatnya sendiri.

Semua anak berhak memperoleh pendidikan, tapi jika orang tua membiarkan anak yang usianya masih belia, memperjuangkan hidupnya sendiri, tak jarang dari mereka, akan mengalami rusaknya kehidupan dan masa depan yang suram. Apabila mayoritas orang tua membangun kesadaran diri, mengubah mindset negatif, melakukan pembenahan, serta lebih terbuka dengan adanya realita dan fakta yang ada. 

Maka pendidikan di Indonesia akan lebih merata, Pada akhirnya tujuan pendidikan sebagai gerbang awal agar dapat terciptanya "Merdeka Belajar" kemungkinan besar dapat tercapai.

#KampusMerdeka #KampusMengajar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun