Mohon tunggu...
Widi Wahyuning Tyas
Widi Wahyuning Tyas Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis kadang sama menyenangkannya dengan nonton mukbang.

Hidup terasa ringan selama masih ada sayur bayam, tempe goreng, dan sedikit sambal terasi.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Miftahul Jannah yang Tak Goyah

9 Oktober 2018   15:37 Diperbarui: 10 Oktober 2018   09:56 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Khabib Nurmagomedov menggemparkan netizen dengan aksi keberaniannya di laga UFC melawan McGregor, kali ini Miftahul Jannah, pejudo putri Indonesia yang mendapat perhatian netizen. 

Nama Miftahul Jannah santer terdengar setelah dirinya gagal tampil di pertandingan judo Asian Para Games kelas 52 kg yang digelar di JIEXpo, Kemayoran, Senin lalu.

Atlet asal Aceh ini terpaksa didiskualifikasi dari pertandingan karena dianggap tidak mengikuti peraturan untuk melepaskan jilbab yang dipakainya.

Tak hanya menjadi satu-satunya pejudo berjilbab asal Indonesia, ia juga merupakan satu-satunya atlet judo yang mengenakan jilbab dalam cabang olahraga judo di perhelatan multicabang empat tahun sekali ini. 

Miftahul Jannah sebenarnya sudah siap bertanding dan berada diatas matras, namun kemudian ia diberitahu bahwa dalam pertandingan Judo tidak diperkenankan untuk mengenakan penutup kepala demi keselamatan.

Dilansir dari CNNIndonesia, Penanggung jawab pertandingan judo Indonesia di Asian Para Games 2018, Ahmad Bahar, mengungkapkan bahwa ini adalah pertama kalinya Indonesia mengirimkan wakil di nomor cabang blind judo di ajang Asian Para Games. 

Begitu pula aturan pelarangan penggunaan jilbab juga baru diterapkan tahun ini. Aturan ini termuat dalam aturan International Blind Sport Federation (IBSA) dan International Judo Federation (IFJ).

Dari pihak ofisial dan Komite Paralimpiade Indonesia sendiri sudah membujuk Miftahul Jannah untuk melepaskan jilbabnya saat bertanding. Bahkan orang tuanya juga turut memberikan pengertian kepada Miftahul Jannah, namun semua usaha itu tak membuahkan hasil. Prinsip yang dipegangnya terlalu kuat untuk dirubuhkan dengan embel-embel 'demi mengharumkan nama negara'.

Pelarangan penggunaan jilbab ini bukan tanpa alasan. Bahar menjelaskan bahwa jilbab berpotensi dimanfaatkan lawan untuk mencekik leher. Hal ini tentu bisa berakibat fatal bagi atlet yang mengenakannya.

Sangat disayangkan sekali. Tak sedikit netizen yang menganggap ini merupakan sebuah ketidakadilan. Namun, menurut Taufik Yudi, Deputi I INAPGOC Bidang Games Operation, keputusan diskualifikasi ini sudah sesuai peraturan. Peraturan ini bukan dari Asian Para Games, namun sudah merupakan ketetapan dari IJF dan IBSA.

Menanggapi hal ini, Imam Nahwari selaku Menteri Pemuda dan Olahraga meminta IJF untuk melakukan terobosan terhadap penggunaan jilbab terkait dengan keputusan diskualifikasi yang diterima Miftahul Jannah kemarin. 

Imam mengaku menghargai prinsip dan keputusan Miftah. Ia berharap IJF bisa membuat terobosan regulasi yang lebih fleksibel mengingat cabang olahraga lain seperti taekwondo, pencak silat, karate, dan wushu sudah menerapkan hal ini.

Mengibarkan bendera merah putih di tiang tertinggi dalam sebuah kejuaraan tentu menjadi impian semua atlet, begitu juga Miftahul Jannah. Tak terhitung berapa banyak waktu dan peluh yang tercurah saat latihan untuk tampil maksimal saat ajang digelar. 

Butuh suatu keberanian dalam menentukan keputusan saat dihadapkan dalam 2 pilihan dengan kadar kesulitan yang sama besar. Dan Miftah telah mengambil keputusannya. 

Dia mungkin tak bisa menjadi yang terbaik dihadapan seluruh masyarakat Indonesia beserta kedua orang tuanya yang menyaksikan dari tribune penonton, namun dia memilih untuk menjadi yang terbaik di hadapan Tuhannya.

Jika permasalahannya terletak pada jilbab yang dianggap bisa membahayakan peserta, mengapa tidak menyediakan jilbab yang didesain khusus untuk pertandingan bela diri? Dengan demikian, regulasi tetap bisa ditaati dan atlet juga akan nyaman saat bertanding dengan persiapan keselamatan yang memadai, tanpa harus melepaskan apa yang sudah dipercayai.

Olahraga bukan hanya tentang mengalahkan lawan, namun juga mengalahkan ego dalam diri. Olahraga bukan hanya tentang menjadi pemenang, namun juga saling menghargai prinsip dari semua orang yang terlibat di dalamnya. 

Olahraga bukan hanya tentang peraturan yang tak boleh dilanggar, namun juga tentang memecahkan persoalan agar jangan sampai merenggut kesempatan seseorang. Jika kamu berada di posisi Mifathul Jannah, apa yang akan kamu lakukan? Menaati regulasi atau mempertahankan prinsip diri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun