Seiring berjalannya waktu, aturan baku kian diabaikan karena dinilai tidak sejalan dengan zaman. Begitupun berlaku pada aturan/ syariat islam. Hal tersebut terjadi karena toleransi salah kaprah, modernisasi, serta kurangnya pemahaman agama.Â
Fenomena tersebut dapat ditinjau pada momen lebaran 1443 H kemarin. Syariat islam terlihat kian memudar dan dianggap tabu bagi para umatnya sendiri. Bersalaman, foya-foya, hingga pamer kekayaan merupakan salah satu bukti bahwa syariat islam kian memudar bahkan di kala hari kemenangan.
Bersentuhan dengan Non-MahramÂ
Dalam islam, kita hanya boleh bersentuhan dengan mahram kita dimulai orang tua, saudara kandung, suami, anak, mertua, saudara ayah dan ibu. Namun, pembagian anggota keluarga yang boleh dan tidak boleh bersentuhan kiranya kurang dikenal, sehingga masih banyak yang kebingungan. Tak hanya bersalaman, kini berpelukan dan cium pipi pada yang bukan mahram menjadi hal lazim pula.
Padahal jelas tertera dalam hadis riwayat At-Thabrani, Rasulullah SAW bersabda
"Sungguh, ditusuknya kepala seorang dengan jarum besi lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya."
Mayoritas masyarakat menilai keramahan dan sopan santun seseorang dari tindakannya kepada yang lebih tua, termasuk bersalaman, berpelukan, dan cium pipi. Stigma yang berkembang itu membuat umat islam ragu untuk menaati syariat agamanya karena takut mendapatkan cemoohan dan gunjingan dari masyarakat.
Makna Lebaran yang Salah Kaprah
Dilansir dari kompas.com, Guru Besar Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ibnu Hamad memaparkan istilah kata Lebaran yang berasal dari kata lebar
"Lebaran adalah metafora bagi orang saling mengikhkaskan, berlapang dada. Sekaligus metonimi bagi yang merayakan Idul Fitri dengan perasaan yang plong," kata Ibnu.
Namun, kini lebaran seakan kehilangan makna sucinya. Lebaran malah menjadi ajang pamer prestasi hingga materi. Bahkan, banyak orang yang merasa lebaran merupakan momen penyayat hati karena seringkali mendapatkan perbandingan diri dengan saudara-saudari. Hal tersebut jelas bertentangan dengan syariat islam karena islam melarang kesombongan diri apalagi sampai mengakibatkan iri, dengki, dan sakit hati.
"Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada sebiji sawi rasa sombong," HR. Muslim.
Berlebih-lebihan
Berlangsung setahun sekali, lebaran idul fitri sering dimeriahkan dengan berbagai penyambutan. Baju lebaran, opor ayam, aneka kue kering, hingga meriahnya suara petasan turut mewarnai nuansa hari raya. Namun, penyambutan hari kemenangan tersebut sering kali berlebihan. Bahkan, banyak makanan yang dibuang karena basi, baju lebaran yang hanya dipakai sekali, hingga akhirnya mubazir.
Dalam syariat Islam, segala hal yang berlebihan itu dilarang, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maaida ayat 77.
Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus."
Pemaparan di atas mengingatkan kita untuk tetap menjalani syariat agama dan tidak menjadikan perkembangan zaman sebagai alasan untuk mengingkarinya. Perbedaan agama justru harus dihargai, bukan di netralisasi sesuai standar masyarakat umum.
"Untukmu agamamu dan untukkmu agamaku," QS. Al-Kafirun ayat 6.