Malam mulai merayap di sudut-sudut Kota Bandung. Sementara sebagian besar warga bersiap untuk beristirahat, sekelompok remaja justru memulai "petualangan" mereka. Berbekal kaleng cat semprot dan topeng untuk menyamarkan identitas, mereka menyusuri gang-gang sempit, mencari tembok kosong atau properti publik yang bisa dijadikan kanvas impromptu. Inilah dunia vandalisme remaja Bandung yang jarang terekspos.
Kinoy (23), salah satu pelaku vandalisme yang ditemui di sebuah warung kopi di daerah Dago, membuka suara tentang motivasi di balik aksinya. "Ini bukan cuma soal iseng atau merusak," ujarnya dengan nada serius. "Bagi kami, ini cara untuk didengar, untuk memberontak terhadap sistem yang kami rasa tidak adil."
Fenomena vandalisme sebagai ungkapan ekspresiÂ
Remaja bertubuh kurus dengan tato di lengan kanannya ini mengaku telah aktif melakukan vandalisme sejak usia 14 tahun. Awalnya hanya iseng mengikuti teman-teman, namun lambat laun ia menemukan makna lebih dalam dari setiap coretan yang ia buat.
"Setiap goresan punya cerita," lanjut Kinoy. "Kadang tentang frustasi terhadap sekolah, kadang protes terhadap pemerintah, atau bahkan hanya ungkapan rasa sakit hati. Tembok kota jadi tempat kami berteriak tanpa suara."
Fenomena vandalisme di kalangan remaja Bandung bukanlah hal baru. Namun, intensitasnya cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung menunjukkan kenaikan kasus vandalisme sebesar 30% sepanjang tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan mayoritas pelaku berusia 15-21 tahun.
Sementara itu, pihak kepolisian mengambil sikap tegas terhadap aksi vandalisme. Bripda Bagas dari Polda Jawa Barat menyatakan, "Kami memahami bahwa ada pesan di balik aksi ini. Namun, vandalisme tetap merupakan tindakan ilegal yang merugikan masyarakat dan pemerintah. Kami akan terus melakukan patroli dan penindakan terhadap para pelaku."
Tanggapan pemerintah terhadap fenomena ini
Meski demikian, Bripda Bagas juga menekankan pentingnya pendekatan preventif. "Kami tidak bisa hanya mengandalkan tindakan represif. Perlu ada kerjasama antara pihak kepolisian, pemerintah kota, sekolah, dan masyarakat untuk mencegah aksi vandalisme sejak dini."
Pemerintah Kota Bandung sendiri telah menggulirkan beberapa program untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah "Bandung Street Art Project" yang bertujuan menyalurkan kreativitas remaja melalui seni mural legal di beberapa titik kota. Namun, Kinoy dan kawan-kawannya merasa program semacam ini belum cukup.