Apapun penyebabnya, kejadian kali ini seolah menjadi puncak dari segala "horor-nya" eskalator-eskalator stasiun KRL.
Fasilitas yang seharusnya menjadi penunjang kenyamanan penumpang KRL Commuter Line, justru menjadi salah satu titik rawan yang membahayakan orang.Â
Terlebih di Stasiun Manggarai yang kini sedang dalam tahap pengembangan menjadi stasiun sentral terbesar. Penyakit eskalator yang tak sembuh-sembuh layak dipertanyakan. Maka wajar jika publik pun kerap protes dan mengkritik fasilitas tersebut.Â
Tak bijak jika ada yang menyalahkan penumpang karena berjubel dan ada yang memaksa naik walau eskalator sedang mati.
Komentar-komentar miring netizen yang menyalahkan penumpang memang bertebaran mengomentari kejadian tersebut. Mungkin mereka justru tidak pernah mengalami chaos-nya Stasiun Manggarai di saat jam sibuk.
Penumpang KRL justru menjadi pihak yang jadi korban di sini. Situasi eskalator di Stasiun Manggarai saat jam sibuk boleh dikatakan selalu "horor".Â
Sudah capek pulang kerja, harus berdesakan di kereta, transit berjubel pula di eskalator, diteriakin petugas karena dianggap lelet dan saling dorong, eh... kalau ada evaluasi soal eskalator sering rusak atau ada insiden, tudingan juga ada yang mengarah ke penumpang.
"Kenapa nggak naik tangga manual aja daripada naik eskalator?"
Begitulah contoh pertanyaan yang kurang mengandung empati.Â
Beragam kondisi penumpang yang tiap hari berjubel menggunakan eskalator di stasiun-stasiun KRL. Ada orang tua, orang sakit, anak kecil, ibu hamil, memakai alat bantu jalan dan mereka yang terlihat bugar tapi sebenarnya lelah teramat sangat.Â