Walaupun diarahkan petugas untuk menggunakan tangga manual, tapi eskalator adalah idaman agar sisa-sisa tenaga ini bisa sedikit dihemat hingga pulang sampai ke rumah.
"Naik tangga manual aja biar sehat," ujar seseorang di sana.
Saya sih ada kalanya sepakat dan setuju, tapi dengan catatan. Ketika dalam situasi jam sibuk, saat terjadi benturan kelompok massa penumpang yang akan naik kereta dan mereka yang turun kereta, lalu dilanjutkan menuju tangga, bakal membuat susah penumpang sekelas Lionel Messi sekalipun, yang jago dribel dan fisik kuat.
Banyak penumpang yang akan mengalami disorientasi arah begitu turun dari kereta. Mereka akan bingung mau melangkah ke mana di tengah kerumuman orang. Alhasil ketika terlihat eskalator terdekat, pastinya mereka bakal langsung menuju ke situ.
So, ketika salah satu alasan pihak pengelola bahwa penyebab sering matinya eskalator adalah karena beban berlebih, sebenarnya tidak bijak seolah melemparkan sebagian kesalahan pada penumpang. Toh, faktanya banyak eskalator di stasiun-stasiun lain yang jarang mati mendadak, apalagi sampai koit hingga 100 hari lebih.
Cobalah naik eskalator di Stasiun Manggarai saat jam sibuk sore hari. Selain padat orang saling berdesakan, saling sela dan dorong, Anda akan mendengar teriakan-teriakan petugas bak sedang acara Ospek.
"Hoy!! Kanan jalan! Yang sisi kanan jalan!"
Teriakan tersebut karena pengguna di sisi kanan eskalator hanya diam saja, tidak bergegas jalan agar kepadatan orang bisa cepat terurai.
Sering kali, teriakan-teriakan itu salah sasaran. Mungkin ada yang memang ingin bergegas berjalan, tapi karena orang di depannya terhalang pula orang di depannya, jadi kesannya tidak mau jalan. Otomatis, ia pun terkena sasaran teriakan.
Serba salah memang jadi penumpang KRL. Diteriakin petugas saat naik eskalator, dan kadang dipelototin penumpang lain karena dianggap mendorong, eh ujung-ujungnya dianggap salah satu biang kerok rusaknya eskalator karena beban berlebih.