Malam itu sekitar jam 18.30 WIB, sepeda motor saya tiba-tiba disalip sebuah mobil minivan. Agak kaget juga karena mobil tersebut melaju sambil membunyikan klakson telolet dengan nada musik yang tengah viral belakangan ini.
"Dih, kirain bus lewat," gumam saya.
Lalu lintas memang terbilang agak lengang malam itu. Entah apa motivasi sopir mobil tersebut membunyikan klakson "telolet" di jalanan yang relatif lengang.
Namun, saat melihat seorang bocah kecil berlari mengejar mobil tersebut, saya hanya bisa melongo dan tak habis pikir.
"Om! Om! Telolet Oooomm...! Om! Teloletnya Om!!" teriak bocah itu sambil terus berlari.
Mobil minivan itu memang melaju tak terlalu kencang, sehingga si bocah merasa harus terus berlari mengejarnya.
Padahal tak ada kamera atau ponsel yang bocah tersebut bawa. Seperti halnya anak-anak penggemar bus telolet pada umumnya yang mengejar bunyi telolet sambil merekamnya.
Munkin ia hanya merasakan sensasi asyik mengejar kendaraan yang membunyikan klakson telolet. Tak lebih dari itu. Menurut sudut pandang si bocah, bunyi telolet tersebut teramat menyenangkan dan memang patut dikejar sampai menghilang.
Orang dewasa mana paham?
Hal yang dipahami oleh orang-orang dewasa, dalam hal ini aparat kepolisian, Dinas Perhubungan dan para orang tua di luar sopir pemilik bunyi telolet, klakson tersebut dinilai membahayakan.