Belum genap rasa kaget melihat berita dan video amatir tabrakan itu, kembali tersiar kabar kecelakaan kereta di Lampung di hari yang sama melibatkan KA Kuala Strabas yang menghantam truk bermuatan tebu yang berhenti di tengah jalur perlintasan tanpa palang pintu.
Menengok kembali insiden serupa, sebulan lalu sebuah angkot tertabrak KRL Commuter Line di jalur Depok-Citayam, tepatnya di perlintasan tak resmi Jalan Rawa Indah, Citayam. Disinyalir angkot yang usai disewa rombongan tersebut tidak bisa melintasi rel karena nyangkut akibat modifikasi ceper.
Ada apa kok belakangan sering terjadi kecelakaan di perlintasan kereta?
Sebenarnya hal itu ibarat menunggu waktu saja karena berbagai faktor problematik di kebanyakan perlintasan kereta api sebidang di Indonesia. Pertama, soal kedisiplinan pengguna kendaraan saat berada di perlintasan kereta.
Ketika sinyal tanda kereta akan melintas berbunyi dan pintu perlintasan bergerak turun, masih banyak pengendara yang masih mencoba nekat menerobos karena merasa kereta masih jauh.
Padahal jika sinyal berbunyi, pengendara wajib berhenti dan hal ini pun diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.Â
Bagaimanapun kereta memiliki haknya untuk menggunakan jalurnya, maka siapapun yang akan melewati perlintasan harus mendahulukan perjalanan kereta. Ketidaksabaran pengguna jalan inilah yang kerap menimbulkan masalah. Â
Faktor selanjutnya adalah keberadaan perlintasan liar yang masih banyak. Perlintasan tidak resmi ini biasanya hanya memiliki peralatan seadanya untuk palang pintu, misal berupa bambu, atau bahkan tanpa palang pintu sama sekali.
Sudah begitu, penjaga perlintasan liar juga bukanlah petugas resmi yang dipekerjakan oleh PT KAI. Jadi meskipun banyak yang telah berjasa menjaga perlintasan tidak resmi, tetapi soal kompetensi dan tanggung jawab tidak ada yang menjamin.