Curang tentu saja demi keuntungan diri sendiri atau kelompoknya. Tak peduli atau bahkan tak menyadari jika kelakuan seperti itu ternyata merugikan orang lain. Taruhlah ada anak yang harusnya diterima sekolah akhirnya luntang-lantung karena tak dapat sekolah terkena imbas orang lain yang curang.Â
Saya tak akan menyoroti sistem PPDB saat ini yang banyak dinilai tidak siap dan lain sebagainya. Apapun sistemnya, faktanya selalu ada orang yang berusaha mencuranginya.Â
Justru yang patut dipertanyakan, mengapa banyak orang dengan sadar dan sengaja memilih cara curang? Tak hanya itu, melakukan hal curang kemudian dengan bangganya menceritakan pada orang lain.Â
Dalam situasi obrolan, entah itu di warung kopi, warung sayur, arisan, hingga kumpul keluarga besar, selalu saja muncul cerita-cerita tentang Si A yang masuk sekolah negeri, Si B yang diterima kerja, atau Si C yang sukses ngurus sesuatu seperti nembak SIM dan sebagainya.Â
"The power of nitip" dan "the power of orang dalam" tak lupa kerap disebut-sebut juga.Â
Ironis, curang justru seolah menjadi pencapaian yang membanggakan. Pelanggaran aturan dirasa menjadi kesuksesan ketika berhasil dilakukan.Â
Ambil contoh sederhana, penonton bioskop yang berhasil memasukkan makanan dan minuman dari luar tanpa ketahuan petugas. Dengan bangganya setelah itu update di media sosial bahwa dirinya berhasil membawa makanan berupa nasi padang atau nasi goreng ke dalam bioskop. Agak lain memang.Â
Ada lagi cerita beberapa hari lalu soal seseorang yang dengan bangganya mampu mengelabui petugas di stasiun KRL yang sempat memergokinya membawa ikan hias hidup di dalam kereta. Memang ada larangan membawa binatang peliharaan, apapun jenisnya. Dan setelah dilarang di kesempatan pertama, orang itu berhasil melewati petugas di kesempatan selanjutnya.Â
Saat membanggakan pencapaiannya melalui media sosial, eh justru muncul komentar-komentar yang menceritakan pencapaian curangnya masing-masing, sambil mengolok-olok aturan yang dirasa memberatkan mereka.Â
Hmm, curang kok bangga?Â
Kalau curang adalah sebuah jalan keterpaksaan, kenapa sih nggak diam saja? Simpan untuk diri sendiri karena sejatinya itu adalah hal memalukan.Â