Hobi menulis kerap dianggap sebagai hobinya orang-orang yang memiliki banyak waktu senggang. Bisa saja benar anggapan tersebut, tetapi tidak sepenuhnya juga tepat.
Banyak penulis yang membutuhkan suasana sepi, tempat khusus dan waktu khusus, sehingga ide-ide dalam kepala dapat mengalir lancar dalam bentuk teks. Tetapi tak sedikit pula yang sanggup menulis apapun meskipun hanya memiliki waktu yang sempit dan terbatas.
Bulan Ramadan seperti saat ini sebenarnya menjadi waktu yang pas bagi penghobi menulis untuk terus mengasah kemampuan dan menelurkan karya-karya tulisan. Meskipun sebaiknya di bulan Ramadan kita memperbanyak ibadah dan amal saleh, tetapi tak ada salahnya menyelipkan kegiatan menulis sebagai salah satu kegiatan positif yang dilakukan.
Bagi yang memiliki rutinitas pekerjaan lain, ditambah harus memberikan porsi untuk waktu berbuka puasa, shalat tarawih, hingga memperbanyak amalan lainnya, tentu seolah merasa tak ada waktu untuk menulis. Jangankan menulis artikel sekitar 500 kata, untuk menulis caption atau update status media sosial saja mungkin tak sempat dilakukan.
Namun, bagi orang yang sudah mendeklarasikan kegiatan menulis sebagai hobi, justru bisa jadi lebih tertantang untuk kian mengasah skill menulis di bulan Ramadan. Terlebih bagi penghobi menulis di platform Kompasiana ini, event khusus "Samber THR" menjadi tantangan menarik untuk diikuti setiap harinya.
Konsistensi menulis setiap harinya diuji karena jika terlambat menayangkan tulisan, bisa-bisa dianggap gagal menjalankan misi.
Lalu bagaimana kalau urusan mencari nafkah saja butuh waktu dari pagi buta hingga larut malam? Kapan bisa meluangkan waktu menulis?
Bagi saya, sejauh ini masih belum putus menulis artikel setiap hari sejak 1 April 2023 lalu. Hal ini sudah membuktikan bahwa menulis sudah menjadi salah satu hobi bagi saya.
Kuncinya adalah kemauan serta mencoba untuk fokus. Jika tak ada kemauan atau niat, mungkin saya memilih memejamkan mata saja atau tidur ketimbang menulis.
Soal fokus, berpuasa di bulan Ramadan rupanya juga turut menambah energi untuk lebih fokus terhadap kegiatan positif saja. Maka hal ini pun dapat membantu saya untuk mampu terus menulis meskipun hanya memiliki sedikit waktu luang.
Menulis di perjalanan ketika berangkat dan pulang kerja menjadi solusi bagi saya untuk memanfaatkan waktu sekecil apapun untuk tetap menulis. Meskipun saya berangkat dan pulang kerja berdesakan di dalam KRL Commuter Line, tapi untunglah karena sudah terbiasa maka ketika posisi berdiri terhimpit orang lain, saya masih bisa menulis melalui smartphone.
Anggap saja seperti menulis pesan WhatsApp, tapi kali ini lebih panjang. Lumayanlah jika sekali perjalanan di kereta butuh waktu sekitar 1 jam, maka setidaknya sudah ada ratusan kata yang bisa saya tulis.
Tidak perlu terlalu rapi, yang penting ketika lintasan ide mencuat maka tulislah. Untuk itu saya memanfaatkan aplikasi Google Docs untuk menunjang kegiatan saya. Jadi ketika saya menulis artikel di smartphone, maka draft tulisan tersebut bisa langsung saya buka saat ada kesempatan membuka laptop di manapun itu.
Saat membuka laptop itulah saya bisa langsung cepat mengedit dan merapikannya untuk kemudian tayang dalam waktu yang tak lama karena draft tulisan sudah ada.
Gaya menulis serta prosesnya memang berbeda-beda tiap orang. Mungkin saya justru bakal lebih banyak bengong ketika menghadap laptop di kafe yang tenang dibandingkan saat terjepit di dalam kereta. Berbeda dengan orang lain yang bakal lebih lancar menulis di tengah ketenangan.
Tak masalah sih. Apapun itu, tetaplah semangat bagi yang memiliki hobi menulis maupun yang sedang memulai menjadikan sebagai hobi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H