Dalam kurun waktu sebulan ini saya dua kali menggunakan jasa taksi online (taksol), dan apesnya dalam dua kali kesempatan itu dapat dua driver yang ngantuk. Omaigat, fenomena apa ini?
Kejadian pertama, siang itu saya menggunakan taksol untuk menuju Kota Bogor. Driver terlihat sopan dan baik ketika saya naik, tetapi sekitar 5 kilometer jalan, saya mulai curiga kalau dia sedang ngantuk berat.
Saya yang duduk di depan, di sebelah sopir, awalnya hanya mengajak ngobrol sekedar basa-basi. Tapi jawabannya hanya pendek-pendek dan kurang antusias, sehingga lebih baik saya fokus mainan ponsel.
Namun, lha kok lama-lama mobilnya terasa oleng. Posisi mobil kerap mau nyelonong ke kanan padahal jalanan relatif sepi. Hingga dalam satu momen, mobil kami harus ngerem mendadak karena ada kendaraan di depan yang hendak belok kiri.
Abang drivernya sempat mengumpat, emosinya terpancing. Padahal ya sebenarnya salah dia sendiri karena tidak fokus dengan kendaraan di depannya. Dilihat dari mukanya, si abang ini memang terlihat ngantuk berat.
"Bang, biasanya jalan sampai jam berapa?" saya mulai menelisik apakah dia benar-benar ngantuk.
"Harusnya sih ini sudah pulang saya, cuman kan pas selesai nganter tadi ada orderan Bapak masuk, ya udah lah gas lagi..." jawabnya.
"Lho emang dari malam berangkatnya?"
"Iya, memang biasa ngalong saya, jalan malam lebih enak, adem gitu, kalau siang gini kan panas, bikin ngantuk," ucapnya.
Nah, fix deh, abang drivernya ngantuk berat dan siang itu seharusnya dia sudah istirahat tidur di rumah. Jika mendengar ceritanya, ia sudah berkendara lebih dari 15 jam.
Akhirnya di sisa perjalanan, saya terus berusaha mengajaknya ngobrol ngalor ngidul untuk menjaganya tetap melek. Untungnya tujuan akhir tak terlalu jauh lagi, tapi memang jadi terasa panjang karena ada rasa "deg-degan" kalau tiba-tiba drivernya meleng lagi.
Kejadian kedua, terjadi saat saya menggunakan taksi online di dalam kota Jakarta. Jarak tempuhnya memang tidak terlalu jauh, tapi malam itu si abang drivernya nyetir seperti orang mabuk.
Tiba-tiba ia nyelonong ke kiri dan hampir mobilnya hampir mencium sepeda motor. Ngantuk nih orang.
Masalahnya, kalau ngantuk dan hampir celaka, biasanya diikuti sumpah serapah yang tidak pantas diucapkan. Walau bukan ditujukan untuk penumpang, tetapi sangat tidak nyaman untuk didengar.
Solusi driver ngantuk bagaimana?
Bagi penumpang, sebaiknya perlu mengetahui kondisi driver begitu kita masuk ke dalam mobilnya. Driver yang ngantuk dan sedang dalam kondisi kelelahan biasanya ketika disapa tidak akan menjawab dengan ramah dan responsif.
Ngajak ngobrol memang bisa jadi solusi sementara, tapi hal itu tidak akan menghilangkan fakta bahwa si driver juga sedang dalam kondisi yang kelelahan atau tidak fit. Apalagi kalau obrolannya malah menjurus ke politik, walah bisa berabe kalau ada perbedaan pendapat tentang politik antara driver dan penumpang.
Bisa saja penumpang justru menggantikan peran drivernya untuk nyetir, tapi itu justru lebih salah lagi andai terjadi apa-apa di jalan. Lebih baik penumpang minta turun di jalan jika cara nyetirnya sudah tak bisa ditoleran lagi, meskipun sebenarnya belum sampai tujuan akhir. Tetapi langkah ini sudah pasti memang merugikan penumpang.
Soal driver taksi online yang mengantuk memang tidak bisa dilepaskan dari faktor mengejar orderan sebanyak-banyaknya. Konon ada bonus atau insentif tertentu yang diperoleh driver dari pihak aplikasi jika menyelesaikan orderan dengan jumlah tinggi dalam sehari.
Manusiawi di zaman cari duit serba sulit.
Namun demikian, tentu keselamatan berkendara yang dikorbankan. Risiko kecelakaan lalu lintas menjadi besar. Penumpang jadi was-was dan merasa tidak nyaman.
Seharusnya pihak aplikasi menerapkan batasan jam kerja bagi mitra pengemudinya. Misal tidak boleh lebih 12 jam dalam sehari. Jika melebihi, otomatis mitra tidak akan bisa mendapat orderan lagi melalui aplikasi.
Atau kalaupun tidak bisa membatasi karena takut diprotes, harus ada langkah lainnya agar penumpang tidak dirugikan. Misalnya ada peringatan di layar aplikasi milik penumpang yang menunjukkan bahwa si driver yang akan membawa kita telah melakukan total perjalanan lebih dari 10 jam. Gunanya tentu agar penumpang lebih aware dan bisa memutuskan apakah akan tetap menggunakan jasa driver itu atau mencari yang lain.
Sebenarnya ada sistem rating bintang sejauh ini. Tapi penilaian rating itu baru muncul di akhir dan kerap menimbulkan imbas yang tidak mengenakkan. Seperti kasus caci maki dan ancaman driver ke alamat penumpang gara-gara diberikan bintang satu.
Terlebih dalam kondisi ngantuk dan kelelahan, emosi tentu lebih mudah terpancing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H