Tentu saja kegiatan bazar tersebut berimbas positif bagi pelaku UMKM yang disediakan tempat strategis yang selalu ramai oleh lalu lalang orang dari pagi hingga malam hari. Sebagian orang-orang yang biasa lewat kawasan tersebut juga banyak terbantu karena bisa membeli sarapan atau sekedar jajan dengan banyak pilihan.
Dijamin, pecinta kuliner pun bakalan kalap jika lama-lama nongkrong di sini.
Hanya saja, kian hari keberadaan bazar UMKM yang seolah bersambung tanpa jeda, justru mulai menganggu dan kian menggerus fungsi utama Terowongan Kendal sebagai akses pejalan kaki yang tengah berpindah moda.
Terlebih tipikal penumpang transportasi massal di jam sibuk yang lebih banyak terdiri dari para pekerja dan karyawan kantoran, mereka ini butuh ruang untuk berjalan cepat. Apalagi di pagi hari ketika jam masuk kantor tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka tak heran pekerja ibu kota langkah kakinya rata-rata cepat.
Tak pelak dengan keberadaan bazar yang memakan space terlalu besar, berpotensi menganggu para pejalan kaki tersebut. Ditambah lagi adanya pedagang lain non-bazar yang mendompleng keramaian. Akhirnya jalanan menjadi kian sempit karena kerumunan pembeli kadang menutup jalan yang tersisa.
Belum lagi jika bicara soal dampak terhadap kebersihan. Sampah memang dikumpulkan dan diambil oleh petugas kebersihan. Tetapi bagaimana dengan tumpahan air dan percikan minyak goreng di tempat itu?
Itulah mengapa semakin ke sini Terowongan Kendal terasa makin kusam saja. Kecantikannya berangsur pudar akibat efek aktivitas ekonomi di situ.
Jujur saja, jika saya adalah seorang wisatawan atau sedang melakukan perjalanan dalam rangka healing, saya akan senang dengan suasana dan pemandangan para pedagang yang menawarkan aneka makanan yang menggoda itu.