Saya pun beberapa kali sempat mencoba kegunaan fasilitas ini untuk nge-cas ponsel. Eh, rupanya karena bertenaga surya maka ketika digunakan sore hari dengan kondisi mendung atau usai turun hujan, sama sekali tidak keluar setrumnya.
Berbeda ketika Jumat sore kemarin (06/01) matahari begitu terik ngentang-ngentang, indikator lampu berwarna hijau menyala yang berarti ada daya listrik yang bisa digunakan. Saya pun mencoba nge-cas dengan kabel USB dan ternyata berhasil mengisi daya dengan baik.
Ada agenda lebih besar di balik keberadaan fasilitas tersebut, yakni upaya penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 30 persen pada 2030 dan zero net emission pada 2050. Tetapi sebelum mengarah ke sana, ada baiknya mendorong pemeliharaan fasilitas umum tersebut sehingga bisa terus dimanfaatkan untuk jangka panjang.
Artinya, perlu terus sosialisasi kepada masyarakat untuk ikut menjaga dan memanfaatkan fasilitas ini dengan baik. Karena memang sangat berisiko saat fasilitas mahal yang ditempatkan di area publik harus berhadapan dengan tangan-tangan jahil.
Dimulai dari kawasan TOD Dukuh Atas, semoga fasilitas ini bisa pula dihadirkan di kawasan TOD lainnya di Jakarta maupun hingga ke daerah-daerah lainnya. Sumber tenaga yang berasal dari matahari, juga layak andai dicoba untuk modifikasi lebih lanjut sehingga mungkin bisa bermanfaat digunakan oleh masyarakat luas.
Ya, bayangan saya kelak alat semacam ini tersedia di kampung-kampung dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan warga. Tapi ya jangan rebutan nyolok rice cooker atau malah gelar tiker untuk nyeterika baju. Eh tapi, kali aja bisa ding.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H