Belum lagi fasilitas seperti eskalator dan lift yang kerap mati. Bahkan setelah Persiden Jokowi meresmikan pembangunan Stasiun Manggarai Tahap I pada 26 Desember 2022 lalu, sehari berikutnya dan juga tanggal 30 kemarin, masih saja eskalator mati bergantian terjadi di stasiun yang konon bakal menjadi termegah di Asia Tenggara.
Eh, jangan lupakan juga kalau hujan masih ada beberapa titik yang bocor dan membuat lantai peron basah dan licin. Seperti yang terjadi pada beberapa hari lalu. Suatu hal yang seolah kecil tapi berbahaya karena lantai peron licin berpadu dengan desak-desakan penumpang yang hendak naik dan turun kereta, tentu sangat berisiko.
---
Setelah peresmian Stasiun Manggarai Tahap I pada 26 Desember 2022 lalu, justru muncul kabar kurang mengenakkan bagi pengguna setia KRL Commuter Line Jabodetabek.Â
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan melempar wacana penyesuaian sistem pembayaran KRL Commuter Line berdasarkan label kaya dan miskin. Sistem tersebut disinyalir agar subsidi bisa lebih tepat sasaran.
Saat ini besaran tarif perjalanan KRL Commuter Line di Jabodetabek sebesar 3.000 rupiah untuk 25 km pertama dan ditambahkan 1.000 rupiah untuk jarak setiap 10 kilometer berikutnya. Jadi misalnya saya naik dari Stasiun Bojonggede dan turun di Stasiun Sudirman, maka tarif yang saya bayar saat ini adalah sebesar 5.000 rupiah.
Andai wacana sistem tarif baru jadi dilaksanakan pada 2023, maka penumpang seperti saya bakal dilabeli "kaya" atau "miskin". Tak ada pilihan "menengah" atau "pas-pasan".
Padahal kelas menengah bisa dikatakan adalah mayoritas pengguna KRL Commuter Line. Mereka yang menyesaki KRL di jam-jam sibuk, adalah para pekerja dari pinggiran ibu kota yang tak kuat membeli rumah di Jakarta.
Mereka adalah para pencari nafkah keluarga yang tak punya kendaraan dinas dari kantornya untuk pergi dan pulang kerja. Mereka jelas bukan penumpang berdasi yang disebut Pak Menhub layak membayar tarif KRL tanpa harga subsidi.