Saat sudah turun di stasiun Bojonggede pun saya menyempatkan diri untuk numpang nonton sejenak di parkiran motor.Â
"Masih kosong-kosong Pak," ucap kang parkir.Â
Ya sudah, kalau gitu lanjut pulang ke rumah naik motor. Tapi gara-gara mesti isi bensin dan beli sesuatu di minimarket, maka sampai rumah ternyata laga sudah memasuki waktu injury time.Â
Eh, tapi lha kok masih seru. Jual beli serangan di menit-menit tambahan membuat saya mengurungkan niat untuk langsung mandi. Ternyata hingga peluit akhir berbunyi, skor kacamata tetap bertahan.Â
Beda lagi semalam, jam kepulangan saya lebih larut dibandingkan hari sebelumnya. Saya sudah sampai Stasiun Cawang ketika laga Uruguay versus Korea Selatan dimulai jam 20.00 WIB.Â
Namun, lagi-lagi kendala sinyal membuat wajah Darwin Nunez nge-hang berkali-kali. Mirip dengan tembakannya yang ngalor-ngidul doang nggak bisa menembus gawang Korsel.Â
Untungnya kali ini karena sudah agak larut, situasi di dalam KRL tak begitu padat. Walau saya berdiri, tak ada desak-desakan di dalam kereta.
Saya pun bisa mendekat ke penumpang yang membuka tabletnya. Wah layarnya lumayan gede, bisa kali numpang nonton.Â
Lagipula sumbangan wifi portable dari penumpang di sebelahnya membuat tayangnya nggak pernah nge-lag. Jadi ngiri deh, sinyal ponsel saya kok nggak bisa kayak gitu.Â
Uniknya, gegara ada larangan berbicara, apalagi berisik di dalam KRL, beberapa penumpang yang ikutan nonton, dan juga si pemilik tablet dan rekannya tidak bisa meluapkan emosinya dengan leluasa ketika ada peluang gol. Paling banter cuma mengepalkan tangan dengan suara yang tercekat. Situasi yang seru tapi sepi.Â
Andai terjadi gol pun, saya yakin teriakan-teriakan penonton bakal tertahan. Terlebih karena volume dari tablet memang sengaja tidak dinyalakan. Jadi yang numpang nonton cukup menyaksikan gerakan saja, tanpa suara komentator dan riuh penonton di stadion.