Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memang sudah lama mengeluarkan pedoman penanganan limbah masker sekali pakai untuk meminimalisir risiko dampak dari masker bekas itu.Â
Terdapat beberapa langkah yang menurut Kemenkes harus dilakukan, yaitu mulai dari mengumpulkan masker bekas, melakukan desinfeksi, mengubah bentuk masker misalnya dengan menggunting atau merobeknya, hingga langkah terakhir membuangnya ke tempat sampah.Â
Sayangnya karena tak tersosialisasikan dengan maksimal, maka masih muncul orang-orang "bodo amat" yang sesuka dirinya membuang sampah masker.Â
Ya, tentu saja di samping memang dari sononya minim disiplin dan memiliki mental negatif soal sampah.Â
Jika kita perhatikan, sejauh ini imbauan dan sosialisasi yang tiap hari kita dengar adalah kewajiban memakai masker. Termasuk saat di dalam kereta, mau masuk mal, hotel, perkantoran hingga sekolah. Announcer di dalam KRL misalnya, mereka rajin "halo-halo" menyampaikan imbauan agar penumpang memakai masker dengan benar untuk pencegahan virus corona maupun virus lainnya.Â
Sayangnya, nyaris tidak ada imbauan untuk membuang sampah masker bekas dengan cara yang benar setelah dipakai. Padahal risiko bahayanya bisa sama besar andai masker bekas sekali pakai dibuang begitu saja. Selain bahaya penyakit, sampah masker bisa pula menyumbat gorong-gorong atau selokan di pinggir jalan.
Setidaknya ketika sering mendengar tentang cara benar membuang sampah masker, lama kelamaan muncul rasa malu atau perasaan bersalah ketika hendak membuang masker di jalanan. Awareness bisa muncul ketika secara berulang-ulang informasi tentang hal itu masuk ke diri seseorang.Â
Hal serupa terjadi terhadap kebiasaan membuang puntung rokok sembarangan. Orang-orang semula tidak paham bahayanya, termasuk bisa bikin kebakaran. Tetapi ketika kemudian muncul peringatan-peringatan dalam bentuk imbauan, iklan, poster hingga stiker di tempat-tempat umum, orang-orang mulai paham dan menahan diri untuk melakukannya.Â
Lalu apakah hal serupa bisa dilakukan terhadap kebiasaan membuang masker sembarangan? Kenapa tidak?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H