Stasiun kereta menjadi salah satu tempat yang hingga saat ini masih memberlakukan aturan wajib memakai masker bagi siapapun yang masuk ke dalam areanya. Tetapi ketatnya aturan wajib masker menimbulkan masalah baru terkait sampah ketika sebagian orang justru memiliki kebiasaan copot masker dan membuangnya begitu saja ketika keluar dari stasiun.Â
Tidak sekali dua kali saya melihat orang turun dari KRL langsung melepas maskernya, menentengnya dan kemudian membuangnya sembari berjalan santai ketika sudah berada di area luar stasiun.Â
Mungkin di pikirannya, gugur sudah kewajiban menyiksa itu. Orang jenis ini tak betah rasanya terus memakai masker hingga sampai rumah dan membuangnya di tempat sampah.Â
Kelakuan seperti ini jelas patut disayangkan. Pelakunya seolah-olah tak paham dan menyepelekan risiko bahaya buang masker bekas sembarangan.Â
Terlebih lagi, keberadaan sampah masker yang berserakan di jalanan itu bisa sampai berhari-hari, tak ada seorang pun yang membersihkannya.Â
Seperti di pintu keluar utara Stasiun Bojonggede yang langsung ketemu jalan perkampungan. Area ini tidak memiliki petugas kebersihan khusus untuk membersihkan sampah-sampah di pinggir jalan. Hanya mengandalkan inisiatif pedagang kaki lima dan pemilik warung di sekitar situ untuk membersihkan sampah dari efek kegiatan dagangnya.Â
Alhasil ketika berjalan kaki di daerah tersebut, kita akan disuguhi pemandangan masker bekas yang baru dibuang maupun yang telah lama bercampur debu dan air hujan.Â
Pemandangan kurang lebih serupa juga akan kita temui ketika berkendara menyusuri jalanan di daerah-daerah pinggiran Jabodetabek. Tiap jalan rata-rata 100 meter anda bisa temui masker bekas teronggok dalam diam.
Meskipun pandemi Covid-19 kini sampai pada fase "tak dianggap lagi", persoalan limbah sampah masker bekas sekali pakai sejatinya adalah masalah serius. Kita tidak tahu betul bahaya apa yang mengintai dari kebiasaan membuang masker bekas dengan entengnya itu.Â