Senin pagi kerap menjadi momok para pekerja untuk berangkat mencari nafkah. Demikian pula Senin, 17 Oktober 2022 pagi, bagi para pekerja yang mengandalkan moda KRL Commuterline, dan telebih khusus mereka yang harus transit di Stasiun Manggarai.
Tak seperti biasa, ketika penumpang dari arah Bogor turun transit di antara peron jalur 6 dan 7, tak terlihat sebiji pun KRL yang menunggu penumpang. Waktu saat itu menunjukkan pukul tujuh lebih sedikit.
Para penumpang yang hendak melanjutkan perjalanan menuju arah Sudirman, Tanah Abang, dan seterusnya, kian bertambah tiap detiknya. Peron pun lama kelamaan kian dipadati penumpang, karena KRL dari arah Bogor tiap 5 menit menurunkan penumpang di jalur atas.
Ini jelas tak seperti biasanya. Pihak PT KCI selaku operator biasanya menyediakan kereta feeder untuk mengurangi penumpukan penumpang di jam-jam sibuk. Tapi ini sama sekali tak terlihat.
Ada apa gerangan? Apa petugas KRL kompak bangun kesiangan di hari Senin yang sendu ini?
Setidaknya ketika membuka akun Twitter resmi @CommuterLine sudah ada jawaban dari adminnya menanggapi cuitan protes penumpang.
"Selamat pagi, kami mohon maaf atas perjalanan Commuterline yang kurang optimal imbas pergantian jalur masuk dan keluar Stasiun yang berdampak selisih waktu yang telah ditentukan. Tks."
Sebuah jawaban yang terkesan tidak jelas, tanpa menjelaskan sumber permasalahan sebenarnya.
Namanya juga operator kereta kan urusannya tiap hari soal pergantian jalur masuk dan keluar kereta. Jika salah perhitungan sedikit tentu fatal akibatnya. Kepentingan banyak orang menjadi korbannya.
Setelah kira-kira 20 menit menunggu, akhirnya datang juga kereta dari arah Bekasi yang telah ditunggu-tunggu penumpang dari Bogor menuju Sudirman. Saat pintu kereta terbuka, para penumpang yang hendak naik semula sabar menanti mereka yang turun terlebih dulu.
Namun, karena yang turun seolah tak ada habisnya, dan waktu terus berjalan, penumpang yang menunggu pun akhirnya merangsek ke dalam kereta. Terlihat ada beberapa penumpang berusia lanjut yang tertahan langkahnya saat hendak keluar.
"Pak, saya mau keluar Pak... kasih jalan Paaak..."
Situasi chaos seperti itu jelas sangat susah untuk diurai. Untungnya ada salah satu petugas berseragam aparat yang muncul dari dalam dan sedikit menghardik agar memberikan jalan bagi yang hendak keluar.
KRL itu benar-benar padat oleh manusia. Bahkan ketika pintu ditutup, banyak orang-orang yang masih berusaha masuk dan ada yang berada dalam posisi terjepit di pintu.
Namun, tak lama kemudian, seluruh pintu berhasil ditutup dan kereta pun berjalan membawa manusia-manusia yang tumpang tindih berdesakan di dalamnya.
Sedangkan saya termasuk salah seorang yang masih manyun di peron karena tidak terbawa kereta tersebut. Seolah sia-sia penantian 20 menit menunggu.
Peron jalur 7 masih dipenuhi oleh penumpang, dan kian bertambah lagi karena penumpang dari arah Bogor kembali berdatangan.
Beberapa orang sudah mengekspresikan kekecewaannya dengan mengumpat halus hingga kasar. Mereka rata-rata cemas bakal terlambat masuk kerja.
Untungnya sekitar 5 menit kemudian datang kembali KRL dari arah Bekasi. Terlihat padat penumpang seperti kereta sebelumnya, tapi saat ini saya lebih optimis bisa masuk ke dalamnya.
Begitu pintu terbuka, dan beberapa penumpang turun, saya dan banyak orang lainnya merangsek masuk ke dalam KRL. Saking banyaknya orang yang masuk membuat penumpang yang sudah di dalam terlihat panik karena terdorong dan terjepit.
"Maaf... maaf yaa..." ucap saya karena tak kuasa mendorong karena terdorong.
Ya begitulah situasi di Senin pagi ini. Saat lanjut naik MRT Jakarta, saya berusaha menuliskan pengalaman horor itu.
Untunglah, hanya 10 menit saja saya terlambat masuk kerja. Masih lebih parah rekan saya yang terlambat masuk hingga lebih dari sejam lamanya. Terpotong deh itu uang harian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H