Sebagai stasiun bawah tanah, maka untuk naik MRT Jakarta harus berjalan turun hingga tiga lantai ke bawah di Stasiun MRT Dukuh Atas.
Selanjutnya ketika turun di stasiun tujuan, saya pun harus berjalan keluar stasiun MRT dan berjalan kaki menuju tempat kerja. Ada sekitar 700 meter yang harus saya tempuh untuk hal ini.
Jika dikalkulasi, hanya untuk berangkat kerja saja saya harus jalan kaki kurang lebih 2 kilometer. Maka total PP bisa 4 kilometer saya lahap di pagi dan sore atau malam hari. Itu belum menghitung langkah kaki saat bekerja dan saat bolak-balik ke toilet dalam sehari.
Pantas saja betis kaki saya terlihat lebih menarik dibandingkan wajah lelah saya.
--
Ketersediaan transportasi publik yang memadai baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, bisa berkorelasi terhadap kebiasaan jalan kaki masyarakat. Setidaknya di Jakarta sudah terlihat demikian.
Jika diperhatikan, mereka yang berjalan kaki di trotoar-trotoar di Jakarta, selanjutnya akan mengakses transportasi publik macam transjakarta, KRL, MRT hingga LRT.
Namun, harus diakui pula bahwa padatnya transportasi publik di Jabodetabek masih terbilang hanya sekian persennya dari jumlah penduduk keseluruhan. Selagi jalanan masih macet oleh kendaraan pribadi, maka peralihan ke transportasi publik bisa dikatakan belumlah maksimal.
Masih diperlukan lagi pembangunan jalur-jalur kereta, MRT hingga LRT yang diikuti dengan pembangunan stasiun-stasiun, halte-halte hingga kawasan TOD baru.