Industri perhotelan menjadi salah satu penyedot energi listrik paling besar. Hitung saja secara kasar, tiap kamar butuh AC, kecuali hotel kelas kipas angin. Tiap kamar juga butuh pemanas air, lampu, colokan listrik, hingga televisi. Itu belum termasuk fasilitas lift hingga kebutuhan listrik lainnya yang tentu butuh energi yang tak sedikit.
Tahun lalu, ketika pandemi Covid-19 sedang ganas-ganasnya, saya sempat menginap dua malam di sebuah hotel berbintang di daerah Jakarta Selatan. Hotel ini termasuk ternama dan familiar di kuping. Ngetop lah.
Namun, di masa sulit tersebut, hunian kamar memang anjlok drastis. Nggak cuma isu soal efisiensi tenaga kerja, soal listrik pun harus dihemat sehemat-hematnya. Masalahnya, loby hotel dan area lalu lalang tamu yang biasanya terang benderang hingga 24 jam, saat itu tampak remang-remang.
"Hemat listrik Pak, kondisi lagi susah," ujar seorang karyawan yang saya tanya.
Kini kondisi sudah makin membaik. Tingkat hunian hotel juga meningkat drastis. Bahkan banyak hotel baru bermunculan, terutama di daerah destinasi wisata dan bisnis.
Namun soal energi listrik, industri perhotelan dihadapkan dengan tantangan dalam mengurangi emisi karbon. Sebuah inisiatif perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengamanatkan industri perhotelan untuk mengurangi emisi karbonnya sebesar 66 persen pada tahun 2030 dan 90 persen pada tahun 2050.
So, itu tanggung jawab siapa?
Bagi hotel yang memiliki sistem bagus, penghematan energi listrik bisa dilakukan karena memiliki piranti sistem kontrol energi yang diterapkan. Ada pula yang sudah melangkah maju dengan memiliki sumber energi sendiri, misal energi surya, tapi tentu tidak semua hotel memilikinya.
Soal listrik di hotel memang menjadi sesuatu yang vital karena bersinggungan langsung terhadap pelayanan kepada tamu. Nggak lucu kalau ada kejadian listrik padam di hotel dan para tamu harus gelap-gelapan di kamar sambil keringetan karena genset pun tidak jalan.
Pihak hotel pun pasti memiliki alokasi anggaran untuk kebutuhan listrik yang sangat besar. Sepanjang sumber listriknya masih mengandalkan PLN, maka berbagai cara penghematan, sejauh tidak mengorbankan pelayanan, akan ditempuh oleh pihak hotel.
Tamu hotel harus ikut hemat listrik?
Rata-rata kamar hotel saat ini menggunakan key card sebagai kunci untuk membuka pintu kamar. Key card ini juga berperan ganda untuk menyalakan seluruh aliran listrik di kamar ketika dimasukkan ke tempat kartu yang berfungsi sebagai saklar.
Sayangnya tidak semua hotel menerapkan sistem spesific room untuk saklar kartu ini. Jika bukan sistem spesific room maka sembarang kartu seperti kartu ATM, e-money, kartu remi hingga KTP kalau dimasukkan ke lubang saklar kartu, maka listrik akan tetap menyala.
Kalau begini, maka pihak hotel tidak bisa "memaksa" tamu untuk hemat energi by system. Paling banter ya imbauan dalam bentuk bentuk kartu pemberitahuan tentang pentingnya "go green" dan hemat energi.
"Ya ngapain juga ikut-ikutan hemat energi di hotel, lha wong sudah bayar mahal ini?!" mungkin gerutuan ini muncul di benak sebagian tamu yang membaca imbauan hemat energi.
Jadi, tak mengherankan jika saat staycation berhari-hari, atau sedang ikut meeting di hotel, para tamu lebih memilih mengganjal saklar dengan sembarang kartu agar listrik tetap menyala ketika meninggalkan kamar.
Bayangkan, kamar ditinggal pergi jalan-jalan atau meeting berjam-jam lamanya, eh kamar tetap ditinggal dalam keadaan AC menyala, lampu berpijar-pijar dan suara TV meraung-raung.
Kelakuan siapa ini? Ada sih teman saya, tapi saya nggak akan menyebutkan namanya. Ehem...
Berbeda ketika kita akan meninggalkan rumah tanpa penghuni. Sebisa mungkin lampu-lampu dimatikan, AC "dibunuh", dan meminimalisir piranti elektronik yang menggunakan listrik lainnya dalam keadaan on.
Pihak hotel memang tidak akan menegur tamu ketika menggunakan seluruh piranti elektronik di kamar dalam keadaan menyala. Sudah ada hitungannya tersendiri pastinya.
Namun, berbicara tentang gaya hidup "go green" dan kebiasaan hemat energi, sudah sepatutnya jika tamu hotel pun menerapkan pola yang sama. Jangan mentang-mentang sudah bayar atau malah dapat gratisan voucher hotel, maka tak peduli soal konsumsi listrik saat tidak dibutuhkan.
Isu emisi karbon dunia mungkin tak menarik untuk dipikirkan. Tapi langkah kecil kita bisa ikut berperan penting.
Jangan pula mentang-mentang tak bakal mendengar token listrik bunyi saat berada di hotel, sehingga tidur pun lampunya harus nyala terang benderang dan televisi malah disuruh nonton kita yang lagi mendengkur sampai pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H