"Lho kan enak dapat fasilitas tempat tinggal, enggak macet, gedungnya serba baru," ujar kawan lain.
Usut punya usut, kawan yang ini statusnya masih single alias jomblo. Ada yang minat? Hehe.
Sayangnya saya tidak memiliki akses untuk bertanya kepada PNS yang statusnya sudah pejabat tinggi. Walaupun punya, saya yakin mereka akan senyum-senyum saja karena rata-rata usianya sudah dekat dengan masa pensiun.
Nah, jika begini, sudah pasti para PNS muda yang akan diandalkan sebagai tulang punggung pemerintahan di IKN baru bernama Nusantara itu. Terlebih mereka yang baru saja diterima dalam seleksi CPNS dalam tahun-tahun belakangan ini.
Sudah seharusnya mereka memiliki konsep dan kesiapan diri andai ditugaskan di IKN. Tak ada alasan bagi mereka untuk beralasan "tidak tahu" mengenai wacana pemindahan ibu kota negara sebelumnya. Pada saat mendaftar CPNS di lingkungan Kementerian atau instansi pusat, seharusnya mereka paham bahwa suatu ketika dirinya bakal ditempatkan di sana.
Mereka PNS yang masih muda dan potensial, diharapkan memiliki kemampuan yang bisa mendukung sebuah konsep IKN yang mengedepankan smart city. Hal ini tentu mutlak memerlukan kemampuan adaptif dengan cara kerja yang serba baru berbasis teknologi.
Pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara bakal dilakukan secara bertahap, tidak sekaligus. Hal ini tentu saja bakal menimbulkan dampak di masa awal bahwa pusat pemerintahan masih terbagi dua antara Jakarta dan Nusantara. Menjembatani situasi demikian, mau tidak mau pemerintah pusat harus menerapkan pola kerja yang smart dan digital yang menembus batas-batas pola birokrasi based on paper selama ini.
PNS muda, atau mereka yang berpotensi ditempatkan di Nusantara, wajib menguasai pola kerja serba digital itu. Mengingat ibu kota negara baru semestinya langsung unjuk gigi ketika sudah resmi dipindahkan di sana. Tak ada alasan slow start, misalnya akibat proses pemindahan masih dalam tahap awal.
Namun, dari segala konsep penyiapan SDM yang mumpuni dan serba melek teknologi, jangan dilupakan pula faktor psikologis masing-masing pegawai.
Bisa jadi seorang pegawai itu siap lahir batin untuk dipindahkan ke IKN. Tetapi ada kemungkinan bahwa orang tuanya bakal mewek dan banjir air mata melihat anaknya pergi merantau.
Mungkin pula timbul masalah ketika seorang PNS muda memiliki calon suami atau istri dan enggan diajak pindah ke ibu kota baru. Keluarga calon mertua pun mempermasalahkan hal demikian. Dari ribuan PNS yang diproyeksikan pindah ke IKN, saya yakin bakal ada jenis masalah seperti ini.
Ah, namanya kehidupan pasti ada hal-hal manusiawi yang bisa menjadi masalah.