Pagi itu bus Transjabodetabek yang saya tumpangi berjalan tidak terlalu cepat dari arah Bogor. Waktu itu masih berlaku PSBB jilid kesekian yang masih ketat, jalan tol Jagorawi yang kami lalui pun masih belum begitu padat.
"Gubraakkk...!!"
Suara keras dari arah depan bus hampir membuat jantung saya copot. Bus pun tiba-tiba ngerem mendadak. Para penumpang yang tadinya terkantuk-kantuk, bahkan sudah terlelap, langsung terbangun. Perkiraan saya saat itu yang tengah duduk di bagian belakang, bus telah menabrak sesuatu.
Sopir tampak beranjak dari kursinya. Ia bergegas turun dari bus.
Para penumpang yang semula panik, kemudian berangsur tenang. Ternyata "cuma" spion sebelah kiri yang patah dan lepas gara-gara menabrak tembok selepas keluar dari gerbang tol.
Sopir pun kemudian menenteng "bangkai" spion tersebut dan memasukkannya ke bagasi. Perjalanan pun dilanjutkan tanpa spion kiri, dengan nuansa deg-degan tentunya.
Lho gimana sih? Kok bisa jalanan tidak begitu ramai tapi malah spion sampai lepas nabrak tembok di pinggir jalan? Jangan-jangan ngantuk nih sopir. Masih untunglah tidak ada kejadian yang lebih fatal. Tapi kejadian tersebut jelas perlu disoroti oleh pihak manajemen Transjabodetabek.
Itu secuil kisah di Transjabodetabek, layanan bus yang menghubungkan Jakarta dengan daerah sekitar Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kini sorotan perkara kecelakaan tengah mengarah ke layanan bus Transjakarta yang fokus melayani rute dalam kota Jakarta.
Rentetan kecelakaan yang melibatkan bus transjakarta sungguh menimbulkan banyak tanya? Ada apa sih sebenarnya? Manajemen yang nggak becus atau memang faktor SDM pengemudi yang kerap melakukan human error?