Keren banget rasanya. Itulah belanja online pertama saya. Masih di era 90an akhir, menjelang millennium baru.
Saya makin ngefans kepada mereka, sampai-sampai sempat naik panggung jejingkrakan saat konser mereka yang sempat chaos di Yogyakarta. Pencapaian "terbesar"saya kemudian adalah sempat berfoto bareng dengan Bambang a.k.a. Bengbeng, sang gitaris, yang berpose nyengir sambil terus main gitar saat saya merangkulnya.
Teman saya yang sudah bersiap dengan kamera poketnya langsung mengabadikannya. Itu kejadian di tengah konser lho ya, benar-benar gila. Setelah itu kami, para fans yang nekat naik panggung, diusir-usir oleh security.
Tapi apa daya setelah konser selesai, pengakuan teman saya benar-benar bikin kecewa.
"Duh sori banget, fotonya enggak jadi ternyata, klise-nya udah habis nggak nyadar gue," katanya.
Fyi, kamera poket jaman itu masih menggunakan klise foto negatif yang harus dicuci cetak kalau mau lihat hasilnya.
Usia mengubah segalanya
Sekarang, setelah menikah, punya anak dan mendapat label "bapak-bapak" apakah saya masih ngefans idola seperti itu lagi? Hmm, paling banter sih hanya sampai pada level senang saja, dan sudah pasti tak lagi seheboh dulu.
Saya bahkan sudah tidak tahu lagi ke mana barang-barang merchandise milik saya dulu berada. Saya belum sempat nanya emak saya lagi.
Namun seiring usia, saya tak lagi alergi dengan hal-hal di luar kegemaran saya dulu. Meski dulu ngakunya nggak suka dangdut, kini perlahan tapi pasti saya malah melatih cengkok-cengkok pita suara saya yang konon berada di jalur yang tepat untuk menjadi mirip suara Rhoma Irama.
Selain Rhoma Irama, saya juga hafal lagu-lagunya almarhum Didi Kempot.