Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanah Abang Padat, Ternyata Lebaran Tanpa Baju Baru Lebih Menakutkan Dibandingkan Corona

2 Mei 2021   19:22 Diperbarui: 2 Mei 2021   19:29 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Libur Pak? Mau jalan-jalan nih?" sapa saya basa-basi kepada seorang tetangga pagi tadi.

"Iya nih, mau ke Tanah Abang, biasalah udah mau lebaran," jawabnya tanpa beban.

Saya mencoba tetap stay cool mendengar jawabannya, padahal dalam hati miris. Seketika itu juga pikiran saya tertuju pada berita padatnya kawasan grosir Tanah Abang di hari Sabtu, 1 Mei kemarin.

Dalam hati saya menyesalkan rencananya hendak ikut-ikutan menuh-menuhin Tanah Abang. Tapi nggak mungkin juga di depannya saya melemparkan pertanyaan seperti:

"Emang nggak takut corona Pak?" atau "Nggak belanja online aja Pak buat lebaran?".

Maka ketika setelahnya saya mendapati berita-berita tentang betapa padatnya pusat grosir Tanah Abang di hari Minggu, 2 Mei 2021, saya hanya bisa berharap orang-orang itu tidak saling menularkan virus dan tidak membawanya pulang ke rumah masing-masing.

Mungkin makin banyak orang yang bosan membahas soal pandemi virus corona. Ya kalau sampeyan termasuk yang sudah bosan dan jengah, silakan nggak perlu lanjutkan baca tulisan ini. Atau kalau perlu silakan tinggalkan rating "Tidak Menarik" di bawah ini, karena itulah rating paling jelek yang bisa diberikan oleh pembaca, mengingat tidak tersedia rating "Basi" atau "Membosankan".

Eniwei, untuk sekedar diketahui saja, bagi saya corona memang nyata. Dari tahun 2020 hingga detik ini, tidak ada jumlah kematian dan sakit yang diderita oleh kenalan dan kerabat saya sebanyak ini dibandingkan periode tahun-tahun sebelumnya. Itu sebagian besar karena andil virus corona.

Kembali ke Tanah Abang.

Momen weekend ini memang terasa pas sebagai waktu untuk sebagian masyarakat berbelanja kebutuhan lebaran. Tanggal muda habis gajian, ditambah sebagian orang sudah terima THR dari tempatnya bekerja.

Lalu kenapa harus Tanah Abang?

Yaiyalah, ke mana lagi? Inilah pusat dari segala pusat perbelanjaan yang konon terbesar di Asia Tenggara. Harganya sudah terkenal miring dan so pasti produknya termasuk trend setter.

Kita mungkin bisa dapat lima pasang baju baru untuk sekeluarga di Tanah Abang. Padahal dengan budget yang sama, hanya bisa dapat dua pasang baju baru saja di mal biasa.

Akses ke Tanah Abang juga relatif mudah, apalagi dengan adanya transportasi massal KRL Commuterline dan kebetulan Stasiun Tanah Abang menjadi stasiun transit dari arah Bogor, Depok dan Tangerang, maka kawasan ini memang sangat mudah dicapai oleh segala lapisan masyarakat di Jabodetabek.

Fenomena kepadatan Tanah Abang jelas alarm bahaya bagi pemerintah dalam upaya menekan laju penularan Covid-19. Ketika mudik dilarang dan transportasi dari Jakarta ke luar Jakarta dibatasi, kepadatan di pusat-pusat perbelanjaan justru luput dari pengawasan dan pembatasan.

Ternyata orang-orang lebih takut lebaran tanpa baju baru daripada takut terhadap ganasnya virus corona. Sepertinya lebaran tak terlihat mengenakan baju baru bakal terasa memalukan. Inilah yang memaksa mereka rela berdesak-desakan meskipun sedang puasa sekalipun.

Ke mana tuh kebijakan sekian persen orang yang boleh memasuki sebuah toko? Ke mana juga razia masker yang dulu begitu galak dilakukan? Faktanya dari ratusan foto dan video tentang kepadatan manusia di Tanah Abang, banyak manusia yang abai memakainya. Ada yang lepas masker, banyak pula yang memakainya sekedar nangkring di dagu ataupun enggan menutupi bulu hidungnya.

Ke mana juga tuh janji pemerintah yang akan memberikan subsidi gratis ongkos kirim untuk mendongkrak masyarakat yang tidak mudik agar berbelanja online. Ternyata kurang bergaung dan tak terasa dampaknya bagi konsumen. Belanja online malah dianggap sebagai pilihan buruk saat menjelang lebaran saat ini.

Di kolom komentar berbagai media sosial, caci maki dan serangan justru bakal ditujukan kepada netizen yang berkomentar menyarankan agar masyarakat berbelanja online saja.

"Belanja online? Banyak penipunya! Barang datang tidak sesuai gambar. Mending beli saja di toko atau mal," tulis seorang netizen.

"Yaelah udah dekat lebaran masih belanja online? Bisa-bisa baju barunya datang setelah lebaran kelar," tulis yang lain.

Ramainya tempat-tempat perbelanjaan, karena tak hanya Tanah Abang semata ternyata, jelas ngeri-ngeri sedap. Meskipun para pedagang sudah divaksin, tapi itu bukan jaminan, dan masyarakat pembelinya sudah pasti beresiko.

Taruhlah tidak ada ledakan kasus baru Covid-19 karena sebagian besar orang-orang itu sudah mulai kebal karena telah divaksin. Tetapi berita dan gambar yang beredar adalah sebuah kampanye buruk. Masyarakat di daerah lain akan menjadikan Tanah Abang perbandingan bahwa kerumunan dan desak-desakan ternyata tidak apa-apa. So, kalau gitu artinya mobilitas massa saat mudik itu aman dong ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun