Seiring waktu, istri saya tak lagi merasakan gangguan dan suara-suara yang mempertentangkan keberadaan seorang istri di rumah versus yang bekerja di luar. Ia memilih fokus dengan perannya sebagai istri, ibu sekaligus guru bagi anak-anak kami.
Walau bukan berarti menepikan juga tentang aktualisasi diri. Syukurlah ia juga mampu mengelola sebuah online shop yang sudah cukup banyak memiliki pelanggan. Selain juga sebagai penikmat drama Korea ketika anak-anak sudah tidur.
---
"Bunda, aku mau beli buku baru lagi," cetus anak bungsu kami yang kini berumur 5 tahun.
Obrolan tentang buku adalah salah satu yang melegakan saya. Jujur saja, itu karena peran istri saya yang rajin membelikan buku-buku bagi anak-anak kami sejak mereka belum bisa membaca.
Buku bagi anak memang tak melulu untuk dibaca anak. Ada yang memang harus dibacakan orang tuanya karena berupa dongeng, ada yang untuk mengasah ketrampilan seperi mewarnai dan menggambar. Maka mengenalkan buku sejak dini adalah suatu bentuk bagaimana sumber-sumber pendidikan masuk dalam rumah kami.
"Ya biar anak kita nanti terbiasa suka dengan buku, biasa membaca dan ilmunya tak sekedar dari sekolahan saja," itu alasan istri saya, dan saya sepakat dengannya.
Maka, bukan tentang diskonan barang bermerk atau gadget terbaru yang membuat istri saya merayu saya untuk membelikannya. Justru saat ada diskonan buku anak atau ketika ada tema yang menarik, itulah yang membuat kami harus menyediakan anggaran belanja untuk membelikannya.
Hingga pandemi Covid-19 menyerang dunia.
Situasi akibat pandemi Covid-19 benar-benar berpengaruh terhadap pola belajar anak-anak kami. Sudah berbulan-bulan anak-anak terpaksa harus fokus belajar di rumah. Namun, bukan berarti kami harus terkaget-kaget dengan situasi ini. Justru inilah yang kami rasakan sebagai kembalinya fitrah pendidikan yang sejatinya memang berawal dan memiliki inti dari rumah.