Pengguna kereta baik jarak jauh, MRT, LRT, dan KRL Commuterline kini harus bersiap menaati aturan baru, yaitu mengenakan pakaian lengan panjang atau jaket. Aturan ini merujuk pada Surat Edaran Kementerian Perhubungan Nomor 14 Tahun 2020, yang menyebutkan pengguna jasa kereta wajib untuk menggunakan pakaian lengan panjang atau jaket selain kewajiban memakai masker.
Aturan ini keruan saja menimbulkan pro dan kontra, utamanya pengguna KRL Commuterline. Seperti terpantau di berbagai komentar di media sosial, bagi yang menolak, aturan memakai lengan panjang dinilai mengada-ada, bikin gerah, dan tak ada dampak krusialnya terhadap pencegahan korona.
Mengutip Kompas.com, epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman menanggapi bahwa penggunaan lengan panjang untuk mencegah penularan Covid-19 tidak ada risetnya.Â
Sementara dilansir dari Detikcom, Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menilai peraturan tersebut tidak krusial atau tidak memecahkan masalah.
Tapi bagaimanapun aturan yang dikeluarkan Kemenhub sudah final dan siap diterapkan. Mau nggak mau penumpang pun wajib menurutinya.
Bagi saya pribadi, aturan pakaian ini kalau meminjam istilah beken dari Anang Hermansyah, kalau saya sih yesss... Nggak ada perubahan berarti bagi saya yang tiap hari naik angkutan umum, baik bus maupun KRL untuk berangkat kerja, tetap saja jaket adalah outfit wajib bagi saya.
Jauh sebelum korona menyerang dunia, saya menggunakan jaket untuk keamanan diri. Syukurlah, selama bertahun-tahun barang-barang penting seperti handphone selalu aman dari copet karena terlindung di balik jaket.
Kini di kala pandemi, ada sedikit perubahan jenis jaket yang saya kenakan. Saya sengaja memilih jenis jaket parasut ringan bertudung kepala yang biasa dikenakan orang saat jogging atau naik sepeda. Windbreaker istilahnya.
Walaupun kini saya lebih sering baik bus lanjut MRT dibandingkan naik KRL, sebagai bentuk kewaspadaan terhadap resiko penularan Covid-19. Tapi berpenampilan agak "aneh" dengan memakai windbreaker paling tidak juga membuat saya setiap saat tidak lengah menerapkan protokol kesehatan saat di jalan.
Tapi apa nggak panas pakai gituan?
So far sih enggak, naik bus, MRT dan KRL kan ber-AC, jadi bagi saya yang di rumah nggak punya AC justru pas buat melindungi diri dari hembusan hawa dingin yang menusuk tulang.Â
Apalagi di angkutan umum macam bus dan KRL tuh AC-nya berhembus langsung ke kepala. Bagi saya yang lumayan tinggi jelas jadi masalah tersendiri kalau tidak pakai penutup kepala.
Jadi outfit berangkat kerja saya tiap hari adalah jaket parasut bertudung kepala, masker plus tas berbahan parasut juga untuk membawa keperluan pribadi. Tas ini hampir sama dengan jaket, mudah dicuci dan cepat kering.
Lalu soal apakah efektif mencegah dari penularan korona, sebenarnya sih sama saja dengan para pakar tersebut, saya pun nggak yakin seratus persen pakaian lengan panjang bisa menjadi penangkal virus. Tapi namanya juga usaha apa salahnya sih Pak? Dibilang aneh dan lebay ya biarin saja mah.
Mungkin para ahli dan dokter itu belum pernah merasakan bagaimana naik KRL Commuterline di kala padat penumpang. Satu sama lain bisa saling nempel ketika berdesakan.Â
Bahkan kalau kereta ngerem dikit, tak jarang ada penumpang yang mencengkeram lengan kita untuk berpegangan. Lha terus gimana nasibnya jika musim pandemi gini tak pakai lengan panjang?
Kata para ahli, lebih baik di KRL dikurangi kepadatan penumpang agar bisa jaga jarak. Tapi bos, faktanya itu tidak mudah. Kita harus realistis bahwa sepanjang perkantoran di Jakarta sudah full beroperasi, mau protokol cara apapun buktinya saat ini selalu saja terdapat kepadatan baik di stasiun maupun di dalam KRL Commuterline.
Namun di satu sisi aturan dari Kemenhub ini seolah mengakui bahwa memang sulit mencegah kepadatan penumpang di moda seperti KRL Commuterline. Makanya disuruh pakai lengan panjang atau jaket sekalian.
Ibaratnya, kalau di suatu lingkungan RT sudah nggak bisa mencegah banjir tiap tahun, ya warganya diwajibkan punya pelampung di tiap rumah. Gitu kali ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H