Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Curhatan Tukang Cukur Rambut Gara-gara Pandemi

11 Juli 2020   21:03 Diperbarui: 12 Juli 2020   20:29 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tukang cukur | unsplash.com/John Karlo Mendoza (Photo by John Karlo Mendoza on Unsplash)

Era pandemi Covid-19 adalah mimpi buruk bagi tukang cukur rambut dan pengusaha barbershop. Banyak orang rela menunda potong rambut karena menimbang risiko penyebaran virus corona. Termasuk saya yang tiga bulan lebih nggak potong rambut sehingga malah jadi mirip Dilan. Eh, bukan ding, Kak Seto tepatnya.

Namun setelah era "new normal" digaungkan, dan mal kembali buka, maka demi menampung aspirasi orang-orang terdekat yang "gemas" melihat gaya rambut saya, akhirnya saya pun memberanikan diri untuk cukur rambut.

Saya sengaja memilih barbershop di sebuah mal dengan berbagai pertimbangan khusus. Pertama, karena lokasinya di mal pasti mereka akan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat dibandingkan usaha cukur rambut lainnya. Kedua, saya sengaja memilih datang jam 10 pagi dengan prediksi bahwa jam segitu mal masih sepi pengunjung.

Benar saja, ketika saya datang memang mal terlihat lengang dan pengunjung harus melewati berbagai pemeriksaan dalam rangka protokol kesehatan. Saya pun jadi customer pertama di barbershop tujuan saya. Setidaknya hingga saya selesai cukur, tidak ada satu orang pun yang antre di belakang saya. Benar-benar sepi.

"Sepi banget ya Bang?" tanya saya pada abang tukang cukur.

"Iya Pak, emang begini aja keadaannya sudah hampir sebulan ini," jawabnya di balik masker dan face shield yang dikenakannya.

"Masih banyak yang takut corona Pak, orang mah rambutnya jadi acak-acakan gara-gara corona. Pernah kemarin ada yang ke sini trus saya tanya kenapa pada pitak semua rambutnya, eh katanya gara-gara perbuatan istrinya yang nyukur di rumah," cerocosnya.

Saya pun hanya menjawab "hmm, hmm, hmm," karena mulut saya juga ketutup masker saat dicukur.

"Emang udah nasib Pak, situasinya kayak gini, orang-orang takut sama tukang cukur tapi anehnya nggak takut beli gorengan. Kemarin ada juga bapak-bapak bawel banget pas mau cukur, dia nanya-nanya apa saya udah cuci tangan pakai sabun, trus nanya apa saya lagi flu atau sehat. Haduh Pak, saya mah kalau sakit ya nggak bisa kerja atuh, saya jawab saja: tenang Pak, saya sehat-sehat saja dan sudah cuci tangan sepuluh kali, baru dia mau dicukur," cerita anak muda berperawakan tinggi besar  itu.

"Saya sih sebenarnya maklum kalau dia nanya gitu Pak, tapi kok lama-lama bawel juga sih, makanya saya balik tanya aja: Bapak sehat nggak? Sudah cuci tangan belum? Eh dianya diam saja," lanjutnya.

Cara berceritanya sungguh kocak didengar, walau sebenarnya terdengar miris. Lha iya, orang-orang pada takut ketularan virus dari tukang cukur rambut, tapi jarang yang melihatnya dari sudut pandang si tukang cukur itu sendiri. Mereka ternyata juga was-was jika pelanggannya yang bawa virus.

"Saya mah bisanya cuma nyukur Pak, kalau nggak memberanikan diri begini ya nggak bisa makan," ucapnya.

Obrolan pun berlanjut dengan ceritanya tentang kegiatan di kontrakannya saat mal terpaksa harus tutup. Ia mengaku "diliburkan" selama tiga bulan dan seringkali diterpa kebosanan hari demi hari.

"Palingan main layangan, sepedaan dan tidur, gitu aja seringnya. Bosenin banget Pak," curhatnya.

"Kalau ada temen, saya mah sering ikut jogging ke stadion, sama ke pasar gitu. Tapi kalau jogging kan engap juga yak kalau pakai masker, jadi saya kadang buka masker juga gitu deh."

Lah, gimana sih? Dengerin ceritanya yang sering ke tempat keramaian dan nggak pakai masker, langsung bikin saya cemas. Tapi kan nggak mungkin juga saya langsung cabut dari tempat itu dengan keadaan baru separuh jalan potong rambutnya. So, akhirnya saya pasrah dan lanjut dicukur sambil mendengarkan ceritanya.

"Dua hari lalu Pak, saya dapat orderan panggilan nyukur ke rumah pelanggan saya. Janjiannya sih jam setengah 7 pagi, tapi jam 11 baru mulai nyukur Pak, capek nunggunya."

"Lha emang kenapa gitu?" tanya saya.

"Istrinya kan dokter tuh. Saya mau masuk ke rumahnya saja mesti disemprot-semprot di halaman rumah sama satpam. Abis itu sama Bu Dokter saya dites dulu Pak, revites," ujarnya.

"Rapid tes maksudnya?"
"Iya repit gitu lah. Hasilnya yang lama banget sampai jam 11 itu, untung saya lolos tesnya," katanya.

Hmm, saya pun ikut lega mendengarnya. Padahal tadi sempat cemas karena dengar kelakuannya jogging dan ke pasar tanpa masker.

"Saya kan udah siapin tuh alat-alat gunting dan lain-lain, udah saya bersihkan, cuci pakai alkohol, eh giliran mau nyukur malah disuruh pakai alat-alatnya dia. Waduh Pak, dalam hati saya dongkol tau gitu gak usah repot-repot bawa alat dari rumah," ucapnya.

"Ya nggak papa Bang, yang penting Abang ini bisa dapat rapid test gratis, malah dibayar lagi," ujar saya.
"Hehe, iya juga sih Pak."

Tak terasa gaya rambut saya sudah terlihat lebih fresh. Artis Korea mah jauh. Iya jauh banget, kan mereka di Korea, saya di Bogor.

Usai cukur rambut, meski di mal dan terlihat masih sepi, saya merasa tidak nyaman berlama-lama di tempat itu. Bahkan saya menghindari pergi ke toilet dan tidak berpegangan saat menggunakan eskalator.

Sampai rumah pun saya buru-buru mandi keramas dan mengganti semua pakaian saya. Bahkan saya memakai sabun dan shampo lebih banyak dari biasanya. Maklum abis dipegang abang-abang.  Terdengar lebay? Lho gaes, ini masih pandemi gaes.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun