Okelah perusahaan dan kantor-kantor kembali buka, dengan protokol ketat seketat celana legging. Maka bos-bos dan jajaran manajerialnya dituntut untuk kembali beraktivitas. Jalanan Jakarta pun kembali macet karena yang memacetkan adalah kelompok tersebut.
Padahal roda penggeraknya, pelaksananya adalah para pekerja yang tiap hari mereka memadati KRL Commuterline. Â Mereka kalangan rentan yang hanya dilihat keberadaan dan kerja kerasnya ketika berada di tempat kerja. Perkara dia datang ke tempat kerja pakai kereta kek, karpet terbang kek, itu bukan urusan manajemen.
Pun demikian dengan para PNS level bawah yang menggunakan KRL Commuterline untuk berangkat bekerja di berbagai kementerian di Jakarta dan Pemprov DKI. Bagaimana mereka bisa optimal membantu pemerintah untuk terus bergerak jika faktor penggunaan transportasi massal bagi pegawainya tidak pernah terpikirkan.
Namun, di satu sisi saya paham betapa puyengnya PT KCI sebagai pengelola KRL Commuterline. Serba salah dan penuh resiko. Membatasi penumpang dan mengatur jarak penumpang artinya bakal menyebabkan penumpukan di tiap stasiun. Tidak melakukan pembatasan pun nyawa taruhannya, ketika kepadatan orang dalam satu tempat bakal membuat corona bahagia dan berpesta pora.
Hanya satu hal new normal yang saya bayangkan bakal terjadi, yakni saat penumpang KRL Commuterline terlihat banyak yang naik kereta sambil nenteng-nenteng helm. Itu karena sebagian besar penumpang KRL juga jadi penumpang ojek online alias ojol. Maka jika ada kebijakan kewajiban penumpang ojol membawa helm sendiri, ya tentu berimbas pula pada kepadatan di dalam KRL karena benda berwujud helm ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H