Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Membayangkan Hal Normal Berkedok New Normal di Dalam KRL Commuterline

28 Mei 2020   12:50 Diperbarui: 28 Mei 2020   12:47 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar instagram @dramakrlcommuterline

Ambil contoh, seseorang yang naik MRT dan turun di Stasiun Dukuh Atas biasanya akan berlaku tertib termasuk saat menggunakan eskalator, yakni berdiri diam di sebelah kiri dan menggunakan lajur kanan jika hendak berjalan di eskalator.

Eh, ketika penumpang tersebut kemudian keluar Stasiun Dukuh Atas dan masuk ke Stasiun KRL Sudirman yang cuma berjarak beberapa meter saja, ternyata ia tak lagi berlaku tertib. Seperti halnya orang lain, ia pun cuek berdiri di lajur kanan eskalator dan menghalangi langkah orang lain.

Kok saya tahu? Ya tahulah kan itu pemandangan saya tiap hari. Selain sebagai pengguna KRL, saya juga pengguna MRT karena menuju tempat kerja saya harus nyambung menggunakan keduanya.

Sejak MRT hadir di Jakarta, budaya disiplin dan taat aturan memang sangat ketat diterapkan pada penumpang. Hasilnya luar biasa, tapi nyatanya kembali lagi pada masing-masing individu karena sungguh aneh ketika berada di Stasiun KRL malah kembali tidak bisa disiplin.

Lalu bagaimana bisa menuju new normal jika kondisinya masih begitu? Bahkan dalam masa PSBB saat ini, imbauan jaga jarak pun hanya sebatas imbauan. Mungkin sudah ada pemeriksaan suhu, pengecekan surat tugas, disuruh jaga jarak dan sebagainya, tapi kenyataannya masih padat pula KRL.

Tangkapan layar instagram @dramakrlcommuterline
Tangkapan layar instagram @dramakrlcommuterline

Ilustrasinya begini, saat berangkat di stasiun awal pemberangkatan seperti Stasiun Bogor, penumpang masih bisa jaga jarak dan petugas masih lebih mudah mengaturnya. Lalu masuk ke stasiun kedua yakni Cilebut, ada banyak penumpang baru lagi naik. Maka tambah padat pula di dalam kereta.

Sampai di stasiun ketiga, yakni Bojonggede, adalah pemandangan horor ketika ratusan penumpang lagi (termasuk saya) bersiap merangsek naik ke dalam kereta. Saat berada di dalam, saya pun akan kembali stres ketika KRL perlahan mengurangi kecepatan untuk kemudian berhenti di Stasiun Citayam. Bayangkan saja ada banyak orang lagi yang memaksakan dirinya masuk ketika diri anda sudah terjepit di dalam. Begitu seterusnya hingga beberapa stasiun lagi menuju Jakarta.

So, seperti itukah new normal? Itu kan keadaan normal di hari biasanya sebelum corona menyera ng dunia. Nggak ada "new"-nya sama sekali.

Mau dibatasi penumpangnya? Ya kali di masa new normal ada pengaturan jam masuk yang fleksibel di kantor-kantor dan berbagai perusahaan. Soalnya rentang waktu antara usai Subuh hingga jam 8 pagi adalah waktu rawan dan krusial. Orang-orang tak mau telat sedetikpun masuk kerja kecuali kena teguran bosnya dan akhirnya dipotong uang hariannya.

Konon semangat new normal adalah kembali menggeliatkan nadi perekonomian. Yes, saya paham sekali, ngerti saya. Tapi, selalu ada tapinya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun