Ngetem di rumah aja memang membosankan. Pandemi corona yang entah kapan masa kadaluarsanya, lama-lama bisa saja menyiksa orang walau tanpa nularin. Cukup dengan merebaknya rasa bosan sudah bikin manusia tersiksa.
Mungkin gara-gara bosan inilah warga di kompleks saya mencoba cara-cara kreatif untuk mengusirnya. Salah satunya dengan acara berjemur.
Yup, berjemur di pagi hari sekitar jam 10 konon bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Makanya gerakan berjemur ini seolah menjadi hal wajib dilakukan orang-orang.
"Udah jam 10, yuk cegah corona dengan berjemur," ajak salah satu warga via grup WA kompleks.
Satu per satu penghuni rumah pun muncul. Tak hanya yang dewasa, yang balita dan anak-anak usia sekolah pun bermunculan. Tadinya sih males gerak alias mager, eh lama-lama bocah-bocah itu berlarian main petak umpet. Ramai banget deh.
"Kena deh, hahaha!" teriak anak-anak itu.
Mereka saling kejar, saling tepuk, sambil sesekali yang ingusan ngelap ingus sampai ke pipinya. Please deh.
Sementara yang tua, seiring makin panas sengatan matahari, makin panas pula obrolan. Semula yang jaga jarak bisa 3 meter karena di teras masing-masing, tapi lama kelamaan makin dekat saja. Maklumlah kompleks kami berupa cluster yang tanpa pagar rumah, adanya pagar kompleks.
Makin lama suasana pun makin ramai, apalagi saat salah satu warga ngeluarin sepiring kue, trus yang lain nyumbang minuman.
"Yuk ah mari, ini bikinan saya sendiri lho, daripada pusing mikirin corona mending kita makan-makan gini," ucap yang punya gawe.
Ealah, apa kabar social distancing dan physical distancing? Iya juga sih niat awalnya melawan corona, itu bagus banget. Tapi lha ini kok malah kebablasan jadi ngumpul-ngumpul gini?
Coba dipikir dan direnungkan lagi deh, memangnya sepuluh orang lebih ngambilin kue di piring yang sama itu nggak beresiko penularan virus? Apalagi di antara yang ngambil tuh kesehariannya masih ada yang bekerja di luar.
----
Fenomena seperti ini setali uang dengan di salah satu kompleks yang tak jauh dari rumah kami. Pagar kompleksnya dijaga begitu ketat dengan berbagai spanduk berisi pencegahan corona. Sebuah tenda besar juga terpasang. Tak lupa pagar besi untuk menghentikan setiap kendaraan dan manusia luar kompleks yang hendak masuk. Semprotan desinfektan siap difungsikan jika ada warga luar hendak masuk.
Cuma yang rada anehnya, di bawah tenda itu disediakan pula kursi-kursi dan meja. Tak lupa gorengan, kopi, air mineral dan rokok memenuhi meja. Kemarin pas saya lewat, ada sekitar 10an orang duduk-duduk nungguin posko tersebut. Ini posko corona atau tenda kondangan sih?
Tapi ya, ini kan corona. Ngapain pula pada ngumpul-ngumpul gitu tanpa jaga jarak? Nggak pada pakai masker pula. Duh.
"Woi Bang, mampir Bang! Sini ngerokok dulu!" teriak salah satu warga "penjaga" posko kepada seseorang yang tengah lewat naik motor.
Nah, ini mah makin aneh pisan euy. Posko anti corona malah berfungsi jadi tempat ngariung, ngumpul-ngumpul buat usir kebosanan. Masih boleh ngerokok pula. Hmmm...
Aturan mah di posko begini berlaku sistem piket. Gantian 2-3 orang warga saja gitu.
Menurut kabar burung yang saya dengar, posko-posko corona yang dipenuhi warga ngumpul kini jadi semacam tempat kongkow alternatif bagi kaum bapak-bapak semenjak warkop dan beragam tempat keramaian ditutup. Ini kabar yang yang saya terima dari kalangan emak-emak ya.
"Tau tuh suami saya pamitnya ke posko mulu, corona jadi alasan, bosan kali ya liat istri di rumah?!"
Nah, mungkin bisa jadi di rumah bosan disemprot istri mulu atau sebaliknya, kaum suami ini cari pelarian dengan nyemprot-nyemprotin orang di gerbang kompleks. Ya minimal duduk-duduk sampil ngeliatin orang disemprotin desinfektan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H