Sabtu, 28 Juli 2018 pagi, di area pelataran Stadion Pakansari Cibinong, Kabupaten Bogor, dan sepertinya saya masih kepagian datang ke tempat ini. Melirik ke layar smartphone, waktu masih berkisar setengah 8 pagi. Banyak stand di Festival Kopi Bogor 2018 yang belum membuka lapaknya.
"Sebentar lagi juga ramai," cetus seorang pemuda, tampaknya panitia.
Mata saya tertuju pada sebuah stand yang telah dikerumuni beberapa orang di depannya. Saya mendekat dan terlihat sesosok pria dibantu oleh dua orang lainnya, tengah meracik kopi.
Pengunjung yang mengerumuni pun terlihat antusias, meski terlihat wajah-wajah lelah yang belum tersentuh kopi di pagi ini. Terutama itu tuh, bapak petugas polisi yang mungkin saja semalam bertugas hingga larut malam. Jelas butuh kopi beliau ini.
Nah, ngapain lagi datang ke Festival Kopi kalau tidak pesan kopi? Apalagi buat saya, kalau belum ngopi di pagi hari, mata ini rasanya belum terbuka penuh. Maka datang ke festival ini benar-benar membukakan mata saya.
Sambil meracik kopi, bapak peracik kopi itu terlihat ramah melayani pertanyaan dari pengunjung. Ya, makna sebuah festival begini tentu bertemunya petani dan pemilik usaha dengan para penikmat kopi. Maka wajar jika ada tanya jawab dan diskusi yang tak berjarak. Sangat beda dengan ngopi di kafe kebanyakan.
"Pak, bedanya kopi diseduh sama disaring apaan ya?" tanya seorang pemuda.
"Kalau diseduh biasanya rasa kopinya lebih terasa kuat, tapi kalau disaring rasanya lebih clean gitu. Bagi saya sih soal selera juga ya, saya lebih suka diseduh tubruk gitu, jadi asli rasa kopinya lebih keluar. Selera sih ya, nggak ada yang salah juga," jelasnya.
Sepakat Pak. Ngopi ngapain ribet sih? Mau diseduh atau disaring oke saja, yang penting tetap ngopi dan cocok di lidah.