Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Membuka Mata di Festival Kopi Bogor 2018

29 Juli 2018   10:15 Diperbarui: 29 Juli 2018   14:49 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu, 28 Juli 2018 pagi, di area pelataran Stadion Pakansari Cibinong, Kabupaten Bogor, dan sepertinya saya masih kepagian datang ke tempat ini. Melirik ke layar smartphone, waktu masih berkisar setengah 8 pagi. Banyak stand di Festival Kopi Bogor 2018 yang belum membuka lapaknya.

"Sebentar lagi juga ramai," cetus seorang pemuda, tampaknya panitia.

Mata saya tertuju pada sebuah stand yang telah dikerumuni beberapa orang di depannya. Saya mendekat dan terlihat sesosok pria dibantu oleh dua orang lainnya, tengah meracik kopi.

Pengunjung yang mengerumuni pun terlihat antusias, meski terlihat wajah-wajah lelah yang belum tersentuh kopi di pagi ini. Terutama itu tuh, bapak petugas polisi yang mungkin saja semalam bertugas hingga larut malam. Jelas butuh kopi beliau ini.

Festival Kopi Bogor 2018 di area parkir Stadion Pakansari, Cibinong (foto by widikurniawan)
Festival Kopi Bogor 2018 di area parkir Stadion Pakansari, Cibinong (foto by widikurniawan)
"Saya dua Pak, robusta satu, arabika satu," pesan saya ketika tiba giliran saya, pesan dua gelas untuk saya dan istri saya.

Nah, ngapain lagi datang ke Festival Kopi kalau tidak pesan kopi? Apalagi buat saya, kalau belum ngopi di pagi hari, mata ini rasanya belum terbuka penuh. Maka datang ke festival ini benar-benar membukakan mata saya.

Sambil meracik kopi, bapak peracik kopi itu terlihat ramah melayani pertanyaan dari pengunjung. Ya, makna sebuah festival begini tentu bertemunya petani dan pemilik usaha dengan para penikmat kopi. Maka wajar jika ada tanya jawab dan diskusi yang tak berjarak. Sangat beda dengan ngopi di kafe kebanyakan.

"Pak, bedanya kopi diseduh sama disaring apaan ya?" tanya seorang pemuda.

"Kalau diseduh biasanya rasa kopinya lebih terasa kuat, tapi kalau disaring rasanya lebih clean gitu. Bagi saya sih soal selera juga ya, saya lebih suka diseduh tubruk gitu, jadi asli rasa kopinya lebih keluar. Selera sih ya, nggak ada yang salah juga," jelasnya.

Sepakat Pak. Ngopi ngapain ribet sih? Mau diseduh atau disaring oke saja, yang penting tetap ngopi dan cocok di lidah.

Menghadirkan kopi terbaik dari berbagai daerah (foto by widikurniawan)
Menghadirkan kopi terbaik dari berbagai daerah (foto by widikurniawan)
Diskusi yang saya dengar kadang terasa asing di telinga. Hmm, obrolan penikmat kopi profesional rupanya. Saya mah apa atuh, wong ngopi di rumah berbekal satu sachet Kopi Liong Bulan nan legendaris seharga seribu dua ratus rupiah per bungkus saja sudah happy rasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun