Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sahur, Pilih Dibangunkan atau Bangun Sendiri?

5 Juni 2018   22:26 Diperbarui: 5 Juni 2018   22:40 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahur merupakan waktu yang krusial dalam Ramadan. Bayangkan, jika saja kita telat bangun. Tahu-tahu sudah jam 5 pagi, nyesek banget tuh rasanya.

Penyesalan datang saat telat bangun. Apalagi kalau sebelumnya diiringi proses berulang kali mematikan alarm di ponsel.

Sebelum era alarm ponsel, tradisi membangunkan sahur oleh warga, terutama anak-anak muda, sudah membudaya hingga pelosok negeri. Saya yang berpindah-pindah tempat tinggal sejak kecil, masih teringat bahwa ada kesamaan saat membangunkan orang untuk bangun. Yakni sama-sama mengucapkan kata: "sahur, sahur...!".

Ya iyalah, mana mungkin mereka bilang: "buka! buka...!"

Persamaan lainnya adalah terdapat bunyi-bunyian agar semakin ramai sehingga orang terbangun. Dulu semasa saya kecil dan masih tinggal di daerah Temanggung, alat yang diandalkan adalah kentongan. Hanya saja mukulnya tidak seperti ada kebakaran, tapi berirama "klotekan" sehingga enak didengar.

Saat di Depok beda lagi, malah pakai drum yang juga dipakai suporter bola. Ya kali pertandingan bola lagi libur puasa, maka anak-anak muda itu menyalurkan bakatnya untuk membangunkan orang sahur. Bagi yang mereka kenal, maka dipanggillah nama-nama anak penghuni rumah agar bangun sahur.

"Sahur! Sahur! Iqbal ayo bangun, sahur Bal!"

Nama yang dipanggil tentu saja nama sebayanya, bukan nama bapak atau ibunya seperti "Bang, Bambang! Bangun Bang!" Mungkin ini hanya masalah etika saja, lebih enak memanggil nama Iqbal anaknya Pak Bambang.

Beda lagi di daerah Citayam yang notabene Depok pinggiran ke arah Bogor. Di lingkungan ini ada seorang imam masjid yang selalu rajin membangunkan orang-orang untuk bangun sahur. Beliau melakukannya melalui pengeras suara masjid sejak jam 02.30. Dengan suara khasnya, serak-serak merdu, ia melakukan wiridan dan sesekali mengingatkan warga bahwa sudah saatnya bangun sahur. Semakin dekat imsak, semakin keras pula suara beliau.

Kini saya merasakan puasa Ramadan pertama kali di daerah yang mendekati Cibinong, Bogor. Awal puasa di pekan pertama, terdengar suara gaduh anak-anak muda membangunkan sahur. Bedanya mereka menggunakan sepeda motor.

"Brmmm! Brmmm! Sahuuur! Brmmm! Sahuur!"

Mungkin mereka lanjut Sahur on The Road, entahlah, yang jelas pekan berikutnya mereka sudah menghilang. Saya berharap mereka menghilang bukan karena tercyduk yang berwajib. Saya pun kembali mengandalkan alarm ponsel untuk bangun sahur.

Memang di berbagai daerah, rombongan pembangun sahur biasanya aktif di hari-hari awal Ramadan. Setelahnya seolah timbul tenggelam, antara ada dan tiada. Mungkin lelah juga pagi-pagi buta selalu jalan keliling kampung.

Bagi saya pribadi, tradisi seperti itu sebenarnya unik juga dan selalu bikin kangen. Ramadan seolah tak lengkap tanpa kehadiran mereka. Hanya saja kerapkali pembangun sahur hadir terlalu pagi bagi saya, sekitar pukul 02.30. Padahal saya mah ikutan prinsip untuk mengakhirkan makan sahur. Jadi rata-rata saya makan sahur sekitar jam 04.00 hingga waktu imsak.

Suara-suara riuh yang kepagian terkadang hanya membuat saya sejenak melek tapi setelah itu tidur kembali. Masih berat rasanya mata ini jika harus sahur kurang dari jam 04.00.

Apakah ada yang senasib?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun