Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Perjuangan Demi Selembar Tiket Bus untuk Mudik

22 Mei 2018   22:06 Diperbarui: 22 Mei 2018   22:17 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam sudah menunjukkan hampir setengah lima pagi, dan orang-orang masih bertahan di posisi masing-masing. Hingga kemudian azan Subuh berkumandang. Bergetar rasanya. Tapi lho kok, orang-orang terlihat biasa saja, tidak ada pergerakan untuk bergegas ke mushola atau masjid. Ini Ramadan woi, mosok sholat saja dilupakan demi tiket mudik?

Tapi, ah, tidak boleh berburuk sangka. Tuh, ada beberapa yang bangkit dan nyari tempat sholat. Trus yang lain? Ah, mungkin mau Subuhan di rumah, abis dapat tiket jam 5, trus pulang dan sholat gitu loh. Ya kan?

Akhirnya saya pun kembali memberi kepercayaan kepada si pemuda tadi. Saya lupa namanya karena saya tidak ingat pernah bertanya padanya. Maaf ya gaes.

Mushola milik perusahan bus rupanya letaknya agak mojok dan rada-rada gelap gitu. Tempatnya sempit hanya cukup untuk empat orang sholat bersama. Oh, ya wajar saja kalau begini orang malas sholat di sini. Memang dasar perusahaan bus, punya mushola kok ala kadarnya. Melihat itu saya jadi bertekad kelak jika bisa membangun mushola sendiri, maka akan saya sediakan bus yang bagus untuk para jamaah. Amien.

Sempat tertegun dengan kondisi tempat sholat, saya pun bergegas menuju tempat wudhu yang tempatnya bahkan lebih gelap lagi. Tidak ada orang yang sedang wudhu, jadi sebelumnya saya merasa perlu untuk meregangkan tubuh. Senam-senam kecil lah. Lalu...

"Breettt.... tet... tet...!"

Ah, lega rasanya. Ternyata angin "jahat" di perut saya keluar juga. Nah, tetapi tiba-tiba kelegaan berubah menjadi kecemasan. Terdengar suara ngikik alias menahan tawa, sepertinya suara laki-laki dan perempuan. Duh, mereka di belakang saya...

Jadi mereka mengamati dan mendengarkan suara yang seharusnya saya setting "mute" itu. Saya pun hanya melirik ke belakang sekilas, pura-pura nggak tahu saja, kemudian saya bergegas mengambil air wudhu. Selesai.

Saya tiba kembali di antrean ketika loket-loket mulai dibuka tepat jam 5 pagi. Barisan mulai terlihat ada pergerakan, yang tadinya main remi kini bubar. Yang tadinya tiduran, kini sudah kucek-kucek mata sambil meluruskan badan. Yang tadinya jualan Pop Mie ternyata ikut ngantre juga, lho rupanya mau mudik juga toh?

Hingga akhirnya tiba giliran saya di depan loket.

"Tanggal 23 habis Mas, tinggal tanggal 24 dan 25," ucap si mbak penjaga loket.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun