Seorang kawan yang juga seorang emak, tiba-tiba mengajukan sebuah pertanyaan kepada saya.
"Anakmu ujian nggak?" tanyanya.
"Iya, hari ini mulai UAS seminggu," jawab saya.
Untungnya lidah saya sudah fasih melafalkan "UAS" alias ujian akhir semester. Padahal dari zaman dulu, yang selalu tertanam di otak dan terucap di bibir adalah istilah "tes cawu" alias tes catur wulan.
"Emm, menurut pendapat kamu kalau anakmu nilai ujiannya turun atau jelek gimana? Pusing nggak?" tanya kawan itu lagi.
Waduh, ini pertanyaan yang berbau curhat menurut saya. Seolah saya bisa mendeteksinya seketika. Apalagi kalau dilontarkan oleh emak-emak. Bisa jadi dia memang sedang pusing dan was-was dengan nilai UAS yang akan diperoleh anaknya.
"Ya nggak perlu pusing lah, nilai ujian kan bukan segalanya..." ini jawaban singkat yang bisa terucap oleh saya.
Harapan saya ia bisa mengerti dengan kalimat itu. Tapi entahlah, obrolan kami malah tak berlanjut, dan kawan itupun kembali sibuk berkutat dengan hal lain.
Begini toh rasanya saat sudah punya anak usia sekolah. Topik ujian di sekolah pun sering muncul jadi trending di saat-saat tertentu. Saya tak lagi heran ketika melihat para emak yang bekerja terlihat buru-buru pulang begitu jam kerja usai. Alasannya anaknya sedang UAS, butuh pendamping belajar.
---
Malam ini, saya sampai rumah sekira pukul tujuh dan menyelesaikan tetek bengek ritual dari mulai mandi, makan malam, ngobrol dengan istri serta bercengkerama sejenak dengan anak-anak.