"Pak, yang balik ke Bogor ada nggak?" tanya saya.
"Itu di jalur enam..." hening sejenak.
"Eh bukan itu ke Angke..." ralatnya.
"Trus kalau saya mau naik itu nyeberangnya lewat mana?" tanya saya lagi.
"Yang ke Angke juga nggak tahu kapan jalannya..." jawab si petugas tanpa melihat ke arah saya.
Saat saya mau nanya lagi, eh beliaunya malah ngeloyor pergi meninggalkan saya. Ia pindah posisi aman, yang mungkin baginya lebih aman dari pertanyaan orang-orang. Ya saya paham. Mukanya juga kelihatan lelah dan bingung.
Untung rencana C saya cukup berhasil, meski lagi-lagi harus rela keluar ongkos ekstra gara-gara mesti nyewa ojek. Saya pun tidak perlu harus memakai rencana terakhir atau rencana D, yaitu ikut kereta ke arah Bekasi dan dari Bekasi naik bis menuju Blok M. Saya membayangkan rencana D ini akan butuh waktu berjam-jam dan saat sampai di kantor saya cukup absen pulang saja.
Well, apapun, inilah dinamika berkereta. Angkutan massal memang tidak selalu lancar-lancar saja. Meskipun Hari Kereta Api tempo hari bertema "Ayo Naik Kereta", dan ternyata hari ini oleh pihak Commuterline malah disuruh cari alternatif lain, besok-besok dan besoknya saya tetap akan naik kereta.
Bagi saya, Â PT Kereta Commuterline Indonesia adalah perusahaan yang selalu punya iktikad baik. Buktinya hampir tiap hari selalu saja terdengar permintaan maaf. Kereta berhenti sejenak nunggu antrean masuk stasiun, pasti announcer minta maaf. Ada keterlambatan kereta, minta maaf juga. Ada gangguan sinyal, minta maaf pula. Apalagi kalau anjlok, minta maafnya pasti berlipat ganda.
Nah, tentu kita sebagai bangsa pemaaf akan selalu memaafkan. Bukan begitu gaes?