“Orang-orang dari mana saja sudah datang ke sini, apalagi kalau musim liburan sekolah. Biasanya dari Bali, Sulawesi, Sumatera dari mana saja lah, ramai pokoknya,” tutur Pak Sudaryono, tukang ojek yang menyewakan motornya kepada saya untuk alat berkeliling TMII.
“Mereka suka ke sini karena kalau sudah datang rasanya sudah kayak keliling Indonesia. Namanya juga miniatur Indonesia, Taman Mini yang diatur-atur biar pengunjung senang bisa merasakan Indonesia, hehe…” lanjutnya sambil terkekeh.
Melihat sosok seperti Pak Sudaryono, saya yakin ia telah cukup lama mencari nafkah di TMII. Terlihat dari gaya bicaranya dan semangatnya, pastilah ia bukan orang baru di sini.
“Sudah sejak 1995 Mas saya di sini, dulu sempat jaga mainan anak-anak di sana, lalu ngojek, sekarang ngojek sambil nyewain motor. Biasanya yang punya usaha begini di sini motornya ngredit, tapi saya sudah lunas. Anak saya juga sudah lulus kuliah semua Mas,” cerocosnya.
Wow, bagi saya inilah nilai plus dari taman wisata tersohor bernama TMII. Pengelola TMII juga mengakomodir orang-orang seperti Pak Sudaryono untuk mencari nafkah di lingkungan taman, tentu saja dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Selain tukang ojek, ada pula yang buka usaha persewaan sepeda, tukang parkir, hingga para pedagang asongan yang telah terdaftar resmi, terlihat dari seragam yang mereka kenakan.
Kehadiran mereka tidaklah mengganggu pengunjung, justru malah membantu. Mereka tidak pelit untuk sekedar menunjukkan arah atau malah menjadi teman bercerita tentang taman tersebut.
“Saya senang di sini bisa ketemu orang-orang dari mana saja, seluruh Indonesia,” kata Pak Sudaryono.
Sebuah kalimat sederhana dari seorang tukang ojek yang bermakna mendalam, bahwa ia sangat bangga dan cinta Indonesia. Ia bangga bisa bertemu dengan orang dari segala penjuru Indonesia. Ia pun tak segan menyanjung jasa almarhumah Siti Hartinah atau Ibu Tien Soeharto sebagai pencetus ide dibangunnya TMII.
“Kalau nggak ada Bu Tien mungkin nggak ada Taman Mini, Mas,” tutur Pak Sudaryono spontan, saat saya menyinggung bahwa TMII identik dengan Ibu Tien.
Sebuah gagasan yang telah terwujud tetapi harus terus dirawat dan dikembangkan oleh generasi-generasi saat ini. Konsep TMII yang menghadirkan anjungan-anjungan dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia adalah gambaran betapa bangsa ini terdiri dari beragam suku bangsa dan budaya. Merekalah yang membentuk Indonesia dengan semangat persatuan yang tumbuh sejak masa silam.
[caption id="attachment_374728" align="aligncenter" width="600" caption="Foto by widikurniawan"]