ANALISIS PERBANDINGAN KESEHATAN DAN PRODUKTIVITAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI BERDASARKAN STATUS NEGARA
Widi Hari Mulyono (6022301009)
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kesehatan dan produktivitas adalah dua faktor kunci yang saling terkait dan memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kesehatan yang baik meningkatkan kualitas hidup individu sekaligus menunjang produktivitas tenaga kerja, karena individu yang sehat memiliki kapasitas kerja yang lebih optimal, tingkat absensi rendah, dan efisiensi yang lebih tinggi. Peningkatan produktivitas tenaga kerja pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama ketika negara mampu menyediakan sistem kesehatan yang memadai dan aksesibilitas layanan kesehatan yang merata.
Penelitian ini memilih tiga negara Asia sebagai representasi kategori ekonomi yang berbeda, yaitu Korea Selatan, Indonesia, dan Irak. Korea Selatan dipilih sebagai contoh negara maju karena keberhasilannya menciptakan sistem kesehatan yang efisien dan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi yang stabil.Indonesia mewakili negara berkembang yang menghadapi tantangan dalam akses dan kualitas layanan kesehatan, meskipun telah menunjukkan perbaikan bertahap dalam dekade tersebut. Sementara itu, Irak dipilih sebagai negara miskin karena kondisi kesehatannya yang buruk akibat konflik berkepanjangan dan infrastruktur yang rusak, yang secara langsung menghambat produktivitas dan pertumbuhan ekonominya.
I.2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara kesehatan dan produktivitas terhadap GDP di Korea Selatan, Indonesia, dan Iraq selama tahun 2010-2019?
Apa perbedaan indeks kesehatan dan produktivitas antara negara maju, berkembang, dan miskin?
I.3. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Prabowo (2018) dalam jurnal "Ekonomi dan Kesehatan" mengkaji pengaruh kesehatan masyarakat terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia, dengan fokus pada indikator kesehatan seperti harapan hidup dan akses terhadap layanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara peningkatan kesehatan masyarakat dan produktivitas tenaga kerja, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Temuan ini mengindikasikan bahwa negara dengan indikator kesehatan yang lebih baik cenderung memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Penelitian ini juga menekankan pentingnya investasi dalam sektor kesehatan sebagai strategi untuk meningkatkan produktivitas, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Temuan Sari dan Prabowo sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kesehatan yang baik dapat meningkatkan kapasitas kerja individu, mengurangi tingkat absensi, dan meningkatkan efisiensi tenaga kerja, sehingga memberikan dasar yang kuat untuk menganalisis hubungan antara kesehatan, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara dengan status ekonomi yang berbeda.
I.4. Landasan Teori
Teori modal manusia (human capital) berargumen bahwa investasi dalam kesehatan, pendidikan, dan keterampilan individu merupakan faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Menurut Becker (1993), yang merupakan salah satu pelopor dalam teori ini, individu yang sehat dan terdidik memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk berkontribusi secara efektif dalam kegiatan ekonomi, sehingga meningkatkan output dan efisiensi. Kesehatan yang baik tidak hanya mengurangi tingkat absensi dan meningkatkan daya kerja, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam pasar kerja yang semakin kompetitif. Dengan demikian, pemahaman tentang modal manusia memberikan kerangka konseptual yang kuat untuk menganalisis hubungan antara kesehatan, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi, serta menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung peningkatan kesehatan dan pendidikan sebagai bagian dari strategi pembangunan.
II. TUJUAN PENELITIAN
Menganalisis hubungan antara kesehatan dan produktivitas terhadap GDP di Korea Selatan, Indonesia, dan Iraq.
Membandingkan indeks kesehatan dan produktivitas antara ketiga negara.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif statistik dengan visualisasi data. Data yang digunakan diperoleh dari World Development Indicators (WDI) untuk periode 2010 hingga 2019. Data yang digunakan sebagai berikut:
Pertumbuhan Ekonomi menggunakan data GDP (current US$)
Produktivitas menggunakan data GDP per capita (current US$)
Index Kesehatan menggunakan data Life expectancy at birth, total (years) dan Mortality rate, under-5 (per 1,000 live births)
Analisis deskriptif akan dilakukan untuk menggambarkan tren dan pola dari masing-masing variabel, sementara visualisasi data akan digunakan untuk memudahkan pemahaman dan interpretasi hasil. Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat diperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai hubungan antara kesehatan, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi di ketiga negara yang diteliti.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
- Analisis GDP Berdasarkan Status Negara
Korea Selatan mencatat GDP tertinggi di antara ketiga negara selama periode 2010--2019, meningkat dari 1.436,672 triliun USD pada 2010 menjadi 1.631,422 triliun USD pada 2019. Menurut data IMF, Korea Selatan termasuk dalam 15 besar ekonomi dunia, didukung oleh sektor jasa (59% dari GDP pada 2019) dan sektor industri (38%), terutama manufaktur teknologi tinggi seperti semikonduktor dan elektronik. Stabilitas politik, pendidikan berkualitas, dan fokus pada inovasi menjadi faktor utama keberhasilan ekonomi Korea Selatan, meskipun tantangan seperti persaingan teknologi dan ketegangan geopolitik tetap menjadi risiko.
Indonesia menunjukkan pertumbuhan GDP yang stabil, dari 755,095 miliar USD pada 2010 menjadi 1.119,099 triliun USD pada 2019, menempatkannya di peringkat ke-16 ekonomi dunia menurut Bank Dunia. Sektor jasa berkontribusi 43% terhadap GDP, sementara sektor industri 39%, didukung oleh manufaktur dan konstruksi. Sektor pertanian juga menyumbang 13%, tetapi ketergantungan pada komoditas ekspor seperti batu bara dan minyak kelapa sawit membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global. Meskipun demikian, Indonesia tetap menjadi kekuatan ekonomi utama di Asia Tenggara.
Irak mencatat GDP terendah di antara ketiga negara, dari 138,516 miliar USD pada 2010 menjadi 233,636 miliar USD pada 2019, berada di sekitar peringkat ke-50 ekonomi dunia menurut IMF. Ekonomi Irak sangat bergantung pada sektor minyak, yang menyumbang sekitar 58% dari GDP dan lebih dari 90% pendapatan negara. Ketergantungan ini membuat Irak rentan terhadap fluktuasi harga minyak global. Selain itu, konflik politik berkepanjangan dan infrastruktur yang rusak menghambat kontribusi sektor jasa (35%) dan sektor pertanian (7%), yang berpotensi mendiversifikasi ekonomi negara ini.
Analisis Indeks Kesehatan Berdasarkan Status Negara
Grafik indeks kesehatan berdasarkan life expectancy at birth dan mortality rate under-5 menunjukkan perbedaan signifikan antara Korea Selatan, Indonesia, dan Irak selama 2010--2019. Indeks ini mencerminkan kualitas layanan kesehatan, akses medis, dan kesejahteraan populasi di setiap negara, dengan Korea Selatan mencatat indeks tertinggi, diikuti oleh Indonesia, dan Irak di posisi terendah.
Korea Selatan mencapai indeks kesehatan tertinggi berkat sistem kesehatan universal yang merata, dengan harapan hidup mencapai 82 tahun dan angka kematian bayi hanya 2,9 per 1.000 kelahiran hidup pada 2019. Menurut OECD, belanja kesehatan yang mencapai 8,1% dari PDB mendukung kualitas layanan medis, teknologi canggih, serta infrastruktur yang kuat, termasuk penggunaan artificial intelligence (AI) untuk diagnosis. Investasi besar pada pendidikan kesehatan dan pencegahan penyakit juga berperan penting dalam menjaga kualitas sistem kesehatan di negara ini.
Indonesia menunjukkan peningkatan indeks kesehatan dari 0,3497 pada 2010 menjadi 0,4691 pada 2019, didorong oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diluncurkan pada 2014. Program ini memperluas akses kesehatan hingga lebih dari 80% populasi, terutama di pedesaan. Namun, tantangan masih ada, termasuk angka harapan hidup yang hanya 71 tahun dan angka kematian anak sebesar 23 per 1.000 kelahiran. Kesenjangan layanan kesehatan di daerah terpencil, kurangnya tenaga medis, dan tingginya prevalensi penyakit menular tetap menjadi hambatan utama.
Irak memiliki indeks kesehatan terendah, dengan peningkatan moderat dari 0,3226 pada 2010 menjadi 0,4567 pada 2019. Konflik berkepanjangan menghancurkan infrastruktur kesehatan, dengan banyak fasilitas yang tidak berfungsi dan akses masyarakat terhadap layanan medis sangat terbatas. Harapan hidup hanya mencapai 69 tahun pada 2019, dan angka kematian anak sebesar 20,7 per 1.000 kelahiran. Ketergantungan pada bantuan internasional serta alokasi dana yang lebih besar untuk pertahanan dibandingkan kesehatan menjadi penghambat utama perbaikan sistem kesehatan di negara ini.
Secara keseluruhan, indeks kesehatan membutuhkan pendekatan multidimensional untuk peningkatan. Korea Selatan menunjukkan pentingnya teknologi medis dan akses kesehatan yang merata, Indonesia harus fokus pada pemerataan fasilitas medis di daerah terpencil, dan Irak perlu membangun kembali infrastrukturnya serta meningkatkan stabilitas politik. Stabilitas, pendidikan kesehatan, dan pengelolaan sumber daya yang baik adalah kunci untuk meningkatkan kualitas sistem kesehatan secara berkelanjutan.
Analisis Produktivitas Berdasarkan Status Negara
Produktivitas Korea Selatan jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia dan Irak selama 2010--2019. Korea Selatan secara konsisten mencatat produktivitas di atas 20.000 output, dengan puncaknya 33.447 output pada 2018. Produktivitas ini didukung oleh pendidikan berkualitas, inovasi teknologi, dan stabilitas politik. Menurut OECD, investasi R&D yang mencapai 4,5% dari PDB pada 2019 menjadikan Korea Selatan pemimpin global dalam ekspor teknologi tinggi seperti semikonduktor, elektronik, dan kendaraan bermotor. Sistem pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja terampil dan stabilitas politik semakin mendukung efisiensi kerja di sektor manufaktur dan jasa.
Indonesia mencatat peningkatan produktivitas dari 3.288 output pada 2015 menjadi 4.107 output pada 2019, didukung oleh pembangunan infrastruktur besar-besaran seperti jalan tol dan pelabuhan yang meningkatkan efisiensi logistik. Namun, produktivitas Indonesia masih tertinggal jauh dari Korea Selatan karena rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja, di mana hanya 12% memiliki pendidikan tinggi, dan dominasi sektor informal yang cenderung memiliki efisiensi lebih rendah.
Irak mencatat tren produktivitas yang fluktuatif, mencapai puncaknya 6.650 output pada 2013 sebelum turun drastis menjadi 4.334 output pada 2015 akibat konflik bersenjata dan kerusakan infrastruktur. Ketergantungan pada sektor minyak yang menyumbang 90% pendapatan negara tetapi mempekerjakan sedikit tenaga kerja membatasi diversifikasi ekonomi. Minimnya investasi dalam pendidikan dan pelatihan tenaga kerja serta tingginya pengangguran akibat konflik menghambat produktivitas Irak, meskipun ada sedikit peningkatan menjadi 5.672 output pada 2019.
- Analisis Hubungan Kesehatan Terhadap Produktivitas Korea Selatan
Hubungan antara indeks kesehatan dan produktivitas di Korea Selatan menunjukkan korelasi yang erat. Indeks kesehatan meningkat dari 0,760 pada 2010 menjadi 0,801 pada 2019, seiring dengan kenaikan produktivitas dari 23.079 output menjadi 31.902 output. Peningkatan ini didukung oleh sistem layanan kesehatan universal, teknologi medis canggih, serta angka harapan hidup yang tinggi dan tingkat kematian bayi yang sangat rendah. Kondisi kesehatan yang baik memungkinkan tenaga kerja untuk bekerja lebih efisien, dengan tingkat absensi rendah, sehingga mendukung daya saing tenaga kerja.
Pertumbuhan produktivitas yang konsisten di Korea Selatan juga didorong oleh peran kesehatan sebagai faktor penunjang daya saing industri. Dengan tenaga kerja yang sehat dan berumur panjang, sektor-sektor seperti manufaktur berbasis teknologi tinggi, elektronik, dan otomotif dapat beroperasi secara efisien dan inovatif. Menurut laporan OECD, kontribusi sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terhadap GDP Korea Selatan mencapai 12% pada tahun 2019, dan keberhasilan sektor ini tidak lepas dari tenaga kerja yang sehat dan produktif. Selain itu, pengembangan kebijakan ramah pekerja, seperti pemberian akses layanan kesehatan di tempat kerja dan program pencegahan penyakit, semakin meningkatkan motivasi dan efisiensi tenaga kerja.
Korelasi ini menunjukkan bahwa peningkatan indeks kesehatan menciptakan efek berantai: tenaga kerja yang lebih produktif mendukung sektor-sektor unggulan, yang pada gilirannya meningkatkan GDP negara. Korea Selatan membuktikan bahwa dengan investasi berkelanjutan dalam kesehatan, pendidikan, dan teknologi, sebuah negara dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil dan daya saing global yang tinggi. Strategi ini menjadikan kesehatan sebagai salah satu pilar utama pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Analisis Hubungan Kesehatan Terhadap Produktivitas Indonesia
Indeks kesehatan Indonesia meningkat dari 0,349 pada 2010 menjadi 0,469 pada 2019, tetapi masih tergolong rendah dibandingkan negara maju. Tantangan utama meliputi harapan hidup yang hanya 71 tahun, angka kematian anak sebesar 23 per 1.000 kelahiran, dan tingginya prevalensi penyakit menular seperti TBC dan malaria. Kondisi ini berdampak pada produktivitas tenaga kerja yang hanya mencapai 4.107 output pada 2019, menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat yang belum optimal membatasi efisiensi kerja.
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, salah satunya adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai pada 2014. Program ini berhasil meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan hingga lebih dari 80%, khususnya di pedesaan dan wilayah terpencil. Selain itu, pemerintah juga memperkuat program pencegahan penyakit melalui vaksinasi dan pengendalian penyakit menular. Investasi dalam infrastruktur kesehatan, seperti pembangunan rumah sakit dan puskesmas, menjadi prioritas untuk memperluas cakupan layanan medis.
Hubungan antara indeks kesehatan, produktivitas, dan GDP di Indonesia mencerminkan saling keterkaitan yang erat. Peningkatan indeks kesehatan melalui program kesehatan masyarakat berkontribusi pada peningkatan produktivitas tenaga kerja, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun produktivitas Indonesia meningkat dari 3.288 output pada 2015 menjadi 4.107 output pada 2019, kontribusi ini belum optimal dibandingkan dengan negara maju seperti Korea Selatan. Hal ini tercermin pada GDP Indonesia, yang mencapai 1.119,099 triliun USD pada 2019, menjadikannya salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Namun, ketergantungan pada sektor informal dan rendahnya kualitas pendidikan tenaga kerja membatasi kontribusi produktivitas terhadap GDP. Oleh karena itu, kebijakan yang berfokus pada peningkatan kesehatan dan pendidikan masyarakat harus diprioritaskan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
- Analisis Hubungan Kesehatan Terhadap Produktivitas Iraq
Hubungan antara indeks kesehatan dan produktivitas di Irak menunjukkan pola yang tidak stabil selama periode 2010–2019. Berdasarkan grafik, indeks kesehatan Irak meningkat secara bertahap dari 0,323 pada tahun 2010 menjadi 0,457 pada tahun 2019. Sementara itu, produktivitas menunjukkan fluktuasi yang signifikan, dimulai dari 4.462 output pada tahun 2010, mencapai puncaknya sebesar 6.650 output pada tahun 2013, tetapi mengalami penurunan drastis pada tahun-tahun berikutnya, sebelum kembali naik menjadi 5.672 output pada tahun 2019. Pola ini menunjukkan bahwa meskipun ada sedikit peningkatan pada indeks kesehatan, dampaknya terhadap produktivitas tidak konsisten, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal di negara tersebut.
Ketidakstabilan politik dan konflik bersenjata di Irak menyebabkan kerusakan infrastruktur kesehatan dan ekonomi, sehingga peningkatan indeks kesehatan tidak berdampak signifikan pada produktivitas tenaga kerja. Meskipun indeks kesehatan membaik berkat bantuan internasional dan program kemanusiaan, seperti akses layanan kesehatan dasar dan penurunan angka kematian bayi, kondisi ini belum memadai untuk mendukung produktivitas tinggi. Ketergantungan pada sektor minyak, yang menyumbang lebih dari 90% PDB tetapi mempekerjakan sedikit tenaga kerja, menghambat diversifikasi ekonomi dan peningkatan produktivitas di sektor lain. Selain itu, rendahnya kualitas pendidikan dan pelatihan tenaga kerja membatasi potensi produktivitas, meskipun indeks kesehatan mengalami perbaikan.
Secara keseluruhan, hubungan antara indeks kesehatan dan produktivitas di Irak menunjukkan bahwa peningkatan kesehatan masyarakat saja tidak cukup untuk mendorong produktivitas jika tidak diiringi dengan stabilitas politik, diversifikasi ekonomi, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja. Hal ini menjadikan Irak sebagai contoh negara di mana dampak kesehatan terhadap produktivitas terhambat oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks. Untuk menciptakan hubungan yang lebih kuat antara indeks kesehatan dan produktivitas, diperlukan reformasi menyeluruh di berbagai sektor, termasuk pendidikan, infrastruktur, dan stabilitas keamanan.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis hubungan indeks kesehatan dan produktivitas terhadap pertumbuhan ekonomi di tiga kategori negara Korea Selatan (negara maju), Indonesia (negara berkembang), dan Irak (negara miskin) terdapat perbedaan signifikan dalam pola dan faktor yang memengaruhi produktivitas masing-masing negara. Korea Selatan menunjukkan hubungan yang sangat erat antara indeks kesehatan yang tinggi dan produktivitas yang stabil serta terus meningkat. Hal ini didukung oleh sistem kesehatan yang maju, investasi besar pada teknologi, dan pendidikan yang berkualitas, yang secara konsisten mendorong efisiensi tenaga kerja. Sebaliknya, Indonesia, meskipun mengalami peningkatan indeks kesehatan, memiliki hubungan yang lebih moderat dengan produktivitas karena tantangan seperti pendidikan tenaga kerja yang masih rendah dan keterbatasan adopsi teknologi. Sementara itu, Irak menunjukkan hubungan yang lemah antara indeks kesehatan dan produktivitas, di mana konflik politik, ketergantungan pada sektor minyak, dan kurangnya diversifikasi ekonomi menjadi penghalang utama meskipun indeks kesehatan perlahan meningkat.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa kesehatan merupakan faktor penting dalam mendukung produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, tetapi pengaruhnya sangat bergantung pada konteks sosial, politik, dan ekonomi masing-masing negara. Di negara maju seperti Korea Selatan, investasi pada sektor kesehatan, pendidikan, dan teknologi terbukti menciptakan hubungan yang positif antara kesehatan dan produktivitas. Namun, di negara berkembang seperti Indonesia dan negara miskin seperti Irak, hubungan ini cenderung dipengaruhi oleh keterbatasan infrastruktur, kualitas pendidikan, stabilitas politik, serta struktur ekonomi yang tidak merata. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal, setiap negara perlu menerapkan kebijakan yang terintegrasi antara peningkatan kesehatan masyarakat, pengembangan pendidikan, dan diversifikasi ekonomi, sehingga manfaat dari peningkatan indeks kesehatan dapat terealisasi secara maksimal dalam bentuk produktivitas yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Sari, A., & Prabowo, D. (2018). Pengaruh kesehatan masyarakat terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kesehatan, 10(2), 123--135.
Asian Development Bank. (2019). Asian development outlook 2019: Strengthening disaster resilience. Manila: Asian Development Bank. Retrieved from https://www.adb.org
OECD. (2020). Economic survey of Korea 2020: Driving innovation and fostering resilience. Paris: OECD Publishing. Retrieved from https://www.oecd.org
World Bank. (2020). World development indicators 2020. Washington, D.C.: The World Bank Group. Retrieved from https://data.worldbank.org
International Monetary Fund (IMF). (2020). Iraq: 2020 Article IV Consultation-Press Release; Staff Report; and Statement by the Executive Director for Iraq. Washington, D.C.: IMF.
World Bank. (2021). Korea, Rep. Retrieved from https://data.worldbank.org/country/korea-rep
World Bank. (2021). Indonesia. Retrieved from https://data.worldbank.org/country/indonesia
World Bank. (2021). Iraq. Retrieved from https://data.worldbank.org/country/iraqWHO. (2020). Health Systems in Transition: Iraq. Retrieved from https://www.euro.who.int/en/countries/iraq
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI