Mohon tunggu...
Widia Winata Putri
Widia Winata Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI SI AKUNTANSI | NIM 43223010201

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebatinan Mangkunegaran IV pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

22 November 2024   04:12 Diperbarui: 22 November 2024   04:12 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4 TB-2 Anti Korupsi dan Etik UMB/dokpri

2. Ambeging Surya (Terang/Keadilan/Kekuatan)

  • "Ambeging surya" berarti pemimpin harus menjadi sumber keadilan dan kekuatan yang terang benderang. Surya (matahari) memberikan cahaya yang menyinari seluruh dunia tanpa membeda-bedakan siapa yang layak dan tidak. Begitu juga dengan pemimpin, ia harus adil, tidak diskriminatif, dan memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang benar untuk kepentingan bersama.
  • Pemimpin yang mengamalkan prinsip ambeging surya akan selalu berusaha untuk menjaga keadilan dalam setiap tindakannya. Ia tidak akan membeda-bedakan orang berdasarkan latar belakang atau status sosial, dan akan senantiasa memberikan perhatian yang adil kepada semua orang. Kekuatan yang dimiliki pemimpin juga harus digunakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di masyarakat.

3. Ambeging Rembulan (Terang Malam)

  • "Ambeging rembulan" berarti pemimpin harus menjadi sumber penerang pada saat kegelapan atau kesulitan. Seperti halnya rembulan yang menerangi malam hari, seorang pemimpin harus mampu memberikan petunjuk dan solusi saat situasi sulit atau penuh tantangan.
  • Pemimpin yang mengikuti prinsip ambeging rembulan akan hadir sebagai pembimbing di saat-saat penuh ketidakpastian. Dalam masa-masa sulit, pemimpin ini tidak akan menghindar, tetapi justru memberikan arah dan solusi yang dapat membawa perubahan positif bagi organisasi atau masyarakatnya. Ia harus bisa memberikan harapan dan semangat kepada orang-orang yang merasa kehilangan arah.

4. Ambeging Angin (Memberi Solusi/Kesejukan/Nafas Hidup)

  • "Ambeging angin" mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus memberikan kesejukan dan solusi kepada orang-orang di sekitarnya. Seperti angin yang memberikan kesegaran dan kehidupan bagi alam, seorang pemimpin harus mampu menciptakan suasana yang nyaman dan mendamaikan, serta memberikan solusi yang menyejukkan dalam setiap permasalahan.
  • Pemimpin yang memiliki prinsip ambeging angin akan selalu mencari jalan keluar dari setiap konflik atau permasalahan yang ada dengan kepala dingin. Ia harus bisa meredakan ketegangan dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya, serta memberikan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak tanpa menimbulkan kerugian.

5. Ambeging Mendhung (Berwibawa/Angugrah Hujan)

  • "Ambeging mendhung" menggambarkan pemimpin yang memiliki wibawa dan kemampuan untuk memberi berkat atau manfaat, seperti awan yang menurunkan hujan. Seorang pemimpin yang berwibawa akan bisa memberikan hujan pengetahuan, kebijaksanaan, dan perlindungan kepada orang-orang yang dipimpinnya.
  • Pemimpin yang memiliki kualitas ambeging mendhung akan dihormati karena kemampuannya untuk memberikan nasihat yang baik dan keputusan yang membawa manfaat. Ia tidak hanya memberikan arah, tetapi juga memberikan berkah atau manfaat yang dapat membantu perkembangan dan kesejahteraan masyarakat atau organisasi.

6. Ambeging Geni (Api/Menegakkan Hukum)

  • "Ambeging geni" menggambarkan pemimpin yang harus berani menegakkan hukum dan prinsip-prinsip kebenaran dengan tegas. Seperti api yang bisa membakar dan menghancurkan, pemimpin harus memiliki ketegasan dalam memutuskan sesuatu yang salah dan menjaga agar hukum dan keadilan tetap berlaku.
  • Pemimpin yang mengikuti prinsip ambeging geni tidak akan ragu untuk bertindak tegas saat hukum dilanggar atau ketika ada ketidakadilan. Ia harus berani dalam menghadapi tantangan dan melawan keburukan yang ada. Meskipun terkadang keputusan ini bisa tidak populer, pemimpin harus tetap konsisten dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

7. Ambeging Banyu (Air/Laut/Menampung Apapun)

  • "Ambeging banyu" berarti pemimpin harus mampu menampung segala sesuatu, baik itu kritik, masukan, maupun perbedaan pendapat, seperti air yang menampung segala yang ada di dalamnya. Pemimpin harus bijaksana dan lapang dada dalam menerima berbagai hal, dan mampu menjaga keseimbangan dalam setiap keputusan yang diambil.
  • Pemimpin yang memiliki sifat ambeging banyu akan mampu mendengarkan dan menghargai semua suara dan pandangan yang ada, tanpa terbawa emosi. Ia akan bijaksana dalam mengambil keputusan yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan tanpa merugikan pihak manapun. Selain itu, ia juga harus bisa menjaga keseimbangan dan keselarasan dalam organisasi atau masyarakat.

8. Ambeging Bumi (Tanah/Sejahtera/Kuat)

  • "Ambeging bumi" menggambarkan pemimpin yang harus memiliki kekuatan dan kestabilan, seperti bumi yang kokoh dan tidak mudah goyah. Pemimpin harus mampu memberikan rasa aman, stabilitas, dan kesejahteraan kepada masyarakat yang dipimpinnya.
  • Pemimpin yang mengikuti prinsip ambeging bumi akan selalu menjaga kestabilan dan kedamaian dalam masyarakat. Ia harus bisa memberikan rasa aman, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengambilan keputusan. Selain itu, pemimpin juga harus memastikan kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang adil dan bermanfaat.

Gambar 6 TB-2 Anti Korupsi dan Etik UMB/dokpri
Gambar 6 TB-2 Anti Korupsi dan Etik UMB/dokpri

Kepemimpinan dalam tradisi Jawa, khususnya dalam konteks Mangkunegaran IV, mengandung berbagai prinsip dan ajaran yang mendalam mengenai sikap dan kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Nistha, Madya, dan Utama adalah tiga kategori kepemimpinan yang mencerminkan tingkatan atau kualitas yang berbeda dalam kapasitas kepemimpinan. Setiap kategori ini menggambarkan tingkat pencapaian moral dan etika yang harus dicapai oleh seorang pemimpin untuk dapat memimpin dengan efektif dan bijaksana.

Mari kita bahas lebih lanjut tentang makna dari ketiga kategori ini dalam konteks kepemimpinan Mangkunegaran IV.

1. Nistha (Pimpinan Buruk dan Tidak Benar)

  • Nistha dalam kepemimpinan mengacu pada kondisi pemimpin yang buruk atau tidak benar dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Seorang pemimpin yang berada dalam kategori nistha cenderung tidak memenuhi standar moral atau etika yang seharusnya, sering kali mengambil keputusan yang tidak adil, korup, atau tidak mempertimbangkan kesejahteraan orang banyak. Dalam konteks Mangkunegaran IV, nistha bisa diartikan sebagai pemimpin yang gagal dalam menjalankan amanah atau tidak memegang teguh prinsip kejujuran, integritas, dan kebenaran.
  • Pemimpin yang nistha sering kali mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan di atas kepentingan rakyat atau organisasi yang dipimpinnya. Tindakan-tindakannya bisa merusak moral dan kepercayaan masyarakat atau bawahannya. Oleh karena itu, pemimpin yang tidak memenuhi standar nistha harus segera diperbaiki perilakunya, karena mereka dapat membawa kerugian bagi masyarakat yang lebih luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun