Mohon tunggu...
Widia Winata Putri
Widia Winata Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI SI AKUNTANSI | NIM 43223010201

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bolagna

21 November 2024   20:14 Diperbarui: 21 November 2024   20:14 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama akan membahas Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Berdasarkan Pendekatan Robert Klitgaard

Korupsi merupakan salah satu hambatan terbesar bagi pembangunan di Indonesia. Berbagai kasus yang terungkap, seperti korupsi proyek e-KTP, BLBI, dan Dana Bansos, menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya disebabkan oleh individu, tetapi juga oleh sistem yang mendukungnya. Robert Klitgaard, seorang ahli ekonomi politik, mengembangkan model untuk menjelaskan penyebab korupsi secara sistematis melalui formula : C = M + D - A

PPT Prof. Apollo
PPT Prof. Apollo

What: Apa yang Dimaksud dengan Korupsi melalui Pendekatan Robert Klitgaard?

Pendekatan Robert Klitgaard memberikan kerangka sistemik untuk memahami korupsi:

  • Monopoli (M): Korupsi dapat terjadi ketika kekuasaan terpusat di tangan individu atau kelompok tertentu tanpa adanya kompetisi/curang. Misalnya, lembaga atau individu yang memegang monopoli atas keputusan penting sering menyalahgunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi dan merugikan Masyarakat.
  • Diskresi (D): Kewenangan luas yang diberikan kepada pejabat tanpa pengawasan ketat dapat memicu korupsi. Hal ini memungkinkan mereka membuat keputusan sewenang-wenang, seperti menetapkan pemenang tender proyek atau menentukan kebijakan.
  • Kurangnya Akuntabilitas (A): Ketika pengawasan terhadap pejabat publik lemah dan tidak ada pertanggungjawaban, korupsi cenderung meningkat, dengan akuntabilitas yang rendah membuat pelaku korupsi merasa aman karena kecil kemungkinan mereka tertangkap.

Why: Mengapa Korupsi Masih Terjadi di Indonesia?

Pendekatan Robert Klitgaard membantu menjelaskan penyebab mendasar korupsi di Indonesia:

  • Monopoli Kekuasaan yang Tinggi, monopoli masih menjadi masalah besar di Indonesia, terutama dalam proyek pengadaan barang dan jasa. Contoh nyata adalah kasus proyek e-KTP, di mana konsorsium pengadaan proyek didominasi oleh perusahaan tertentu yang memiliki hubungan dengan elit politik. Monopoli ini menciptakan peluang besar untuk manipulasi anggaran dan penggelembungan biaya.
  • Diskresi yang Berlebihan, banyak pejabat di Indonesia memiliki diskresi yang luas dalam mengambil keputusan, terutama dalam proyek-proyek besar. Hal ini sering terjadi tanpa adanya transparansi dan pengawasan memadai. Dalam kasus Dana Bansos, misalnya, Menteri Sosial memiliki wewenang penuh untuk menentukan vendor, yang kemudian digunakan untuk praktik korupsi.
  • Lemahnya Akuntabilitas, kurangnya akuntabilitas menciptakan celah bagi para pelaku korupsi untuk bertindak tanpa rasa takut akan konsekuensi. Mekanisme pengawasan sering kali tidak efektif, dan sanksi hukum tidak selalu diterapkan secara konsisten. Hal ini diperburuk oleh budaya "tebang pilih" dalam penegakan hukum.
  • Kompleksitas Sistem Birokrasi, birokrasi yang panjang dan berbelit-belit sering kali membuka peluang untuk suap dan pungli. Prosedur yang tidak transparan dan adanya terlalu banyak "pintu" dalam pengambilan keputusan menciptakan peluang untuk korupsi.

How: Bagaimana Mengatasi Korupsi e-KTP dengan Pendekatan Ini?

Berikut beberapa Solusi yang telah ditawarkan oleh Robert Klitgaard untuk mengurangi korupsi di Indonesia:

1. Mengurangi Monopoli (M)

  • Pemerintah harus memastikan bahwa proses tender untuk proyek-proyek besar bersifat kompetitif dan terbuka untuk banyak peserta. Misalnya, penggunaan sistem e-procurement dapat mengurangi monopoli dengan membuka akses bagi lebih banyak perusahaan untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa.
  • Distribusi kekuasaan yang lebih merata dapat mengurangi risiko monopoli di tingkat pusat. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong partisipasi aktif pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan.

2. Membatasi Diskresi (D)

  • Diskresi pejabat harus diatur dengan aturan yang jelas dan ketat. Keputusan penting harus melibatkan lebih banyak pihak, sehingga tidak hanya bergantung pada satu individu atau kelompok.
  • Sistem berbasis teknologi, seperti blockchain, dapat digunakan untuk memastikan bahwa keputusan dan transaksi bersifat transparan dan tidak dapat dimanipulasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun