Keringatku menderas membasahi baju. Pelan aku keluarkan sebuah cincin bertahtakan berlian.
"Indah tidak?"
Fitri terkesiap. Senyuman terpoleh di ranum wajahnya. Pancaran bahagia menenggelamkan waktu."Untukku mas?"
"Kau ingin melamarku?"
Jemarinya erat menggenggam lenganku. Segera kulepaskan pelan pegangannya, saat mamahnya keluar dari kamar. Wajah yang sama dengan anaknya. Bahkan bagiku, mamahnya seakan lebih pantas menjadi kakaknya.
"Akhirnya kau telah menyiapkannya?"
Aku mengangguk dan tersenyum.
Mamahnya menyambutku dan duduk di sampingku. Jantungku berdegup dengan darah mendesir mengacaukan sel-sel otakku. Mamahnya Fitri merangkulku dengan hangat. Dipandanginya anaknya dengan siratan berbunga-bunga. Fitri terlihat gugup.
"Mah… Widi…" "Iyah Fit, Kami akan menikah minggu depan Fit."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H