Keris "cundomanik", dalam dunia seni pewayangan adalah sebuah pusaka sakti mandraguna yang dimiliki oleh  begawan Resi Pandito Durno. Atau yang sering dikenal dengan sebutan Pendito Durno. Â
Resi sepuh penasehat raja Astina ini,  sangat populer dengan karakteristik kelicikannya dan sangat piawai sebagai provokator  para kesatria  astina terutama dalam memerangi musuh bebuyutannya  para kesatria negeri amarta.
 Pusaka keris cundomanik inilah, yang menghabisi raden Arjuna dengan cara "dijulung tungkul" yang dalam bahasa jawa artinya adalah mati karena ditikam dari belakang, bersifat tiba-tiba, dan korbannya tidak menduga sama sekali.Â
Mati "dijulung tungkul" dalam cerita pewayangan adalah membunuh lawan dengan cara tidak "adu arep" atau berhadap-hadapan.
Dalam kisah pedalangan dengan lakon  cerita  "Durno Picis", disitu tergambarkan manakala raden arjuna yang merupakan salah satu kesatria negeri amarta mengirimkan surat atau nawala kepada raja astina prabu duryudono untuk mempertanyakan dan menagih janji dikembalikannya bumi astina "sesigar semongko" atau separoh bumi astina untuk dikembalikan kepada negeri amarta seperti dijanjikan pendiri negeri astina dahulu yakni raden palasara.Â
Sebagai begawan yang dikenal kelicikannya pandito durno pun merancang strategi untuk menghabisi raden arjuna secara diam-diam, dengan tujuan permintaan raden arjuna untuk menagih janji diberikannya separuh bumi  negeri astina tidak akan pernah terwujud.Â
Dan benar saja, ketika raden arjuna datang untuk mempertanyakan jawaban dari raja astina perihal surat yang pernah dikirimkannya itu, dengan tanpa diduga-duga, pandito durno langsung mencabut keris cundomanik lalu ditikamkan ke tubuh raden arjuno hingga "njrebabab ambruk sirno margo layu" alias  jatuh tersungkur meninggal dunia. Kisah cerita "durno picis" seperti ini dapat dibrosing dimedia internet, khususnya yang dipagelarkan oleh ki dalang yang cukup populer Ki Hadi Sugito dari Yogyakarta, baik di media youtube maupun yang diposting dengan media mp3.
Lalu apa hubungannya dengan tragedi Wiranto yang baru saja terjadi dan menjadi "trending topic" Â diberbagai media ? Barangkali tidak terlalu penting untuk dihubung-hubungkan, karena apa yang terjadi pada cerita wayang "durno picis" itu hanyalah cerita fiktif garapan para seniman jaman dahulu kala, dan tidak ada benang tautannya dengan tragedi Menkopolkam Jenderal Purnawirawan Wiranto baru-baru ini.
 Namun demikian penulis hanya ingin mencoba menyajikan sebuah ulasan kecil bahwa para seniman adiluhung negeri kita dari jaman dahulu sudah sangat piawai dan luar biasa  menciptakan sebuah "media edukasi" tentang perwatakan, tentang karakter, tentang harkat kemanusiaan, tentang budi baik, melalui penggambaran tabiat baik dan tabiat buruk melalui tampilan berbagai karakter penokohan dalam cerita wayang.Â
Dalam arti para leluhur seni pendahulu sudah mencoba menyajikan sebuah gambaran potret kehidupan yang bila mana kita unduh dan kita tarik lalu kita coba komparasikan dengan realita kehidupan saat sekarangpun sesungguhnya tidak berbeda.
Lepas dari keinginan untuk memberikan justifikasi terhadap apapun yang menimpa Menkopolkam Wiranto baru-baru ini. Dalam koridor dunia pakeliran wayang jawa, adalah bagian perwatakan atau katakanlah sebuah fenomena perilaku yang sebenarnya sudah teridentifikasi dengan sangat piawai oleh para seniman adiluhung pendahulu kita.Â