5. Perlawanan Amboina (1623):
  - Konflik terjadi di Kepulauan Banda setelah VOC menuduh sekelompok pejabat Jawa dan Makasar yang bekerja untuk VOC di Amboina melakukan pengkhianatan dan merencanakan pemberontakan.
  - Hasilnya adalah pengadilan terkenal yang dikenal sebagai "Pembantaian Amboina," di mana beberapa pejabat lokal dan pembantu mereka dieksekusi.
6. Â Konflik dengan Inggris:
  - VOC bersaing dengan Inggris untuk menguasai perdagangan di wilayah Hindia Timur.
  - Konflik ini mencapai puncaknya selama beberapa kali perang Anglo-Belanda di abad ke-17, yang kemudian diakhiri dengan Perjanjian Breda yang mengatur perbatasan dan kepemilikan wilayah di Hindia Timur.
Saat VOC berkuasa di Indonesia, beberapa kebijakan yang diterapkan dapat dianggap merugikan rakyat pribumi. Berikut beberapa contoh kebijakan yang dapat dianggap merugikan:
1. Â Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel):
  - Pada awal abad ke-19, VOC menerapkan sistem tanam paksa di Jawa yang dikenal sebagai Cultuurstelsel.
  - Sistem ini mewajibkan penduduk Jawa untuk menggunakan sebagian besar tanah mereka untuk menanam tanaman komoditas tertentu, seperti kopi, indigo, dan nila, yang kemudian dijual kepada VOC dengan harga yang ditentukan.
  - Akibatnya, petani terbebani oleh kewajiban tanam dan terkadang tidak dapat menanam tanaman pangan untuk konsumsi mereka sendiri. Selain itu, harga yang ditetapkan oleh VOC sering kali sangat rendah, sehingga petani menderita akibat eksploitasi ekonomi ini.
2. Â Eksploitasi Sumber Daya Alam:
  - VOC secara intensif mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia, terutama rempah-rempah. Mereka mengendalikan produksi dan perdagangan rempah-rempah dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
  - Pada beberapa kasus, pengelolaan sumber daya alam ini dapat merugikan lingkungan dan menyebabkan penurunan produktivitas jangka panjang, seperti yang terjadi dalam kasus pengeksploitasian cengkih di Kepulauan Banda.
3. Â Eksploitasi Buruh:
  - Selama sistem tanam paksa, banyak penduduk pribumi yang dipekerjakan oleh VOC untuk bekerja di ladang-ladang tanaman komoditas.
  - Kondisi kerja seringkali buruk, dan pekerja sering kali diperlakukan dengan sewenang-wenang. Mereka terkadang dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi.
4. Â Penindasan Pemberontakan:
  - VOC terlibat dalam menindak pemberontakan dan perlawanan oleh penduduk pribumi. Pemberontakan seperti Pemberontakan Pangeran Diponegoro (1825-1830) dan Pemberontakan Petani di Jawa (1888-1889) dihadapi dengan keras oleh VOC dengan konsekuensi yang sangat berat bagi pemberontak.
5. Â Monopoli Perdagangan dan Pajak:
  - VOC menerapkan monopoli perdagangan atas berbagai barang, termasuk rempah-rempah, yang dapat merugikan perekonomian lokal dan membatasi kemungkinan persaingan.
  - Selain itu, pajak yang dikenakan oleh VOC terkadang terlalu berat dan menyebabkan penderitaan ekonomi bagi penduduk setempat.
6. Â Pembangunan Infrastruktur yang Tidak Merata: Meskipun VOC membangun infrastruktur seperti jalan dan kanal, pembangunan ini tidak selalu merata. Beberapa wilayah mendapatkan manfaat yang lebih besar sementara yang lain tetap tertinggal, menciptakan ketidaksetaraan ekonomi dan sosial.
Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) mengalami keruntuhan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Beberapa faktor utama yang menyebabkan keruntuhan VOC di Indonesia melibatkan faktor eksternal dan internal. Berikut adalah beberapa faktor VOC Gulung tikar adalah sebagai berikut:Â
1. Â Krisis Keuangan:
  - VOC menghadapi krisis keuangan yang serius karena pengeluaran militer yang besar dan peningkatan utang.
  - Operasi militer dan perang yang dilibatkan oleh VOC, seperti Perang Napoleon, menyebabkan beban finansial yang tidak dapat diatasi. Kondisi ini memuncak pada bangkrutnya VOC pada tahun 1799.