Ganefo I
Disebut sebagai Ganefo I, karena pada kongres Dewan Ganefo tanggal 23 November 1963, diputuskan untuk mengadakan Ganefo II di Kairo, Mesir (Merdeka, 25 November 1963). Seluruh persiapan mulai dari mobilisasi negara peserta, pengerahan potensi nasional, penyelenggaran pertandingan, pembentukan tim Indonesia dan perencanaan anggaran diatur oleh panitia pelaksanaan yang disebut dengan Komite Nasional Ganefo 1963, yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Sukarno sesuai Keputusan Presiden No. 74 tahun 1963.
Ganefo I diselenggarakan mulai 10 November 1963 hingga 22 November 1963. Ajang olahraga ini diikuti sekitar 2.700 atlet dari 51 negara yang terdiri dari: Afganistan, Albania, Arab Palestina, Aljazair, Argentina, Arab Saudi, Belgia, Burma, Brazilia, Bolivia, Bulgaria, Chili, Ceylon (Srilangka), Jepang, Dominika, Finlandia, Guinea, Hongaria, Irak, Italia, Yugoslavia, Kamboja, Kuba, Laos, Libanon, Mali, Maroko, Meksiko, Mongolia, Thailand, Nederland, Nigeria, Pakistan, Perancis, Filipina, Polandia, Republik Persatuan Arab (RPA), Jerman Timur, Vietnam Utara, Korea Utara, Rumania, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Senegal, Syria, Somalia, Cekoslavakia, Tunisia, Uni Soviet, Uruguay, Venezuela, dan Indonesia sebagai tuan rumah (Merdeka, 12 November 1963). Ikut sertanya Belanda dalam Ganefo I, menurut pihak Belanda bertujuan untuk memperbaiki hubungan dengan Indonesia. (Merdeka, 12 November 1963).
Selama berlangsungnya Ganefo I dalam 12 hari, hasil sepuluh besar yang dicapai dari negara-negara peserta adalah sebagai berikut: RRT 569 medali, Indonesia 215 medali, Uni Soviet 207 medali, RPA 176 medali, Korea 134 medali, Jepang 64 medali, Argentina 29 medali, Kamboja 27 medali, Pakistan 21 medali dan Polandia 20 medali (Merdeka, 25 November 1963).
Usaha Menggagalkan
Ketika pelaksanaannya, International Sport Federation yang dipelopori oleh International Olympic Committee (IOC) dengan berbagai cara berusaha untuk menggagalkan Ganefo I. Salah satu langkahnya yaitu dengan mengancam untuk menskors negara yang turut serta dalam Ganefo I dari organisasi mereka. Dengan demikian tidak ada kesempatan bagi mereka untuk mengikuti Olimpiade. Ancaman tersebut menjadi kenyataan ketika IOC mengeluarkan kebijakan untuk melarang atlet yang pernah tampil di Ganefo I untuk bisa bertanding pada Olympiade Tokyo 1964.
Tindakan nyata dilakukan oleh Federasi Tinju Amatir Asia yang melarang para petinju untuk tampil dalam kejuaraan tinju se-Asia I di Bangkok jika mereka mengikuti Ganefo I di Jakarta. Keputusan tersebut atas dasar perintah dari Persatuan Tinju Internasional (Merdeka, 16 November 1963).
Presiden Sukarno sendiri dalam pidatonya pada pembukaan Markas Besar Ganefo I di Senayan, 4 November 1963 menyampaikan perintah dengan tegas:
Ganefo adalah kehendak sejarah, tetapi sudah barang tentu Ganefo menghadapi rintangan-rintangan, bahkan usaha-usaha untuk menggagalkan.. maka saya perintahkan dengan tegas kepada semua alat Republik Indonesia untuk menyelamatkan Ganefo ini, untuk menggagalkan penggagalan daripada Ganefo ini. Sebab saudara-saudara, kita punya semboyan ialah "onward, no retreat". Ya, Marilah kita "onward, no retreat!" Selamatkan Ganefo!
Benar saja, negara-negara peserta Ganefo I tidak terlalu menggubris ancaman tersebut, mereka lebih memilih berpartisipasi dalam Ganefo I sebagai wujud solidaritas antar negara-negara The Old Established Forces (Oldefos). Meskipun demikan, untuk menghindari kesulitan dari ancaman IOC, panitia Ganefo I menetapkan bahwa pengiriman atlet dapat berasal dari pemerintah, organisasi masyarakat seperti organisasi olahraga, pemuda, buruh dan sebagainya. Akibat dari kebijakan tersebut, negara-negara peserta mengirimkan atlet 'kelas dua' artinya bukan atlet profesional untuk mengikuti Ganefo I.